Meningkatkan produksi cabai melalui ekstensifikasi di Jawa tidak mungkin lagi, karena luas lahan yang semakin terbatas. Salah satu cara yang kemudian ditempuh adalah dengan intensifikasi, dan tantangan yang dihadapi petani adalah pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama gulma.
“Salah satu penyebab rendahnya hasil cabai diakibatkan kehadiran gulma ini. Gulma ini menjadi tanaman yang tumbuh pada waktu, tempat, dan kondisi yang tidak diinginkan manusia,” ujar Ir. Paiman, M.P di Fakultas Pertanian UGM, Senin (26/5) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Menurut Paiman, kehadiran gulma pada tanaman cabai tidak dikehendaki karena menurunkan hasil, baik kualitas maupun kuantitas. Bila tidak dikendalikan, maka secara umum penurunan hasil tanaman budidaya akibat kehadiran gulma dapat mencapai 20-80 persen.
Gulma dan tanaman memiliki kesamaan persyaratan tumbuh dan berkembang secara normal serta membutuhkan suplai yang sama, yaitu unsur hara, air, cahaya dan karbondioksida. Apabila salah satu faktor tersebut dalam keadaan terbatas baik bagi gulma maupun tanaman, maka akan terjadi kompetisi antar keduanya.
“Kompetisi gulma dan tanaman cabai biasanya terjadi pada periode kritis umur 30-60 HST. Cabai pada pertumbuhan awal peka terhadap gulma, untuk mengurangi terjadinya kompetisi maka perlu dilakukan pengendalian gulma seawal mungkin, salah satunya dengan solarisasi tanah,” kata dosen Fakultas Pertanian Universitas PGRI Yogyakarta.
Solarisasi tanah, kata Paiman, merupakan salah satu cara mematikan propagul gulma yang akan tumbuh maupun dormansi. Solarisasi tanah adalah proses hidrotermal dengan memanfaatkan energi matahari untuk memanaskan lengas tanah dengan menggunakan bantuan lembaran plastik.
Konsep dasarnya, yaitu menggunakan lembaran plastik transparan mengurangi kehilangan panas secara konveksi dan meningkatkan suhu tanah yang diterima. Jika suhu dibawah lembaran plastik cukup tinggi, maka propagul gulma dan pengganggu lainnya terbunuh.
“Energi panas yang terjebak dibawah plastik akan mempengaruhi kondisi fisik, biologis dan kimia tanah, yaitu meningkatkan suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Lembaran plastik transparan dapat meningkatkan suhu tanah hingga 52 derajat celcius, sedangkan tanpa plastik hanya 36 derajat celcius,” jelas Paiman saat mempertahankan desertasi “Kajian Solarisasi Tanah untuk Pengendalian Gulma Pra-Tanam pada Tanaman Cabai”.
Hasil pengamatan terhadap sifat optik lembaran plastik menunjukkan bahwa lembaran plastik warna transparan dapat meneruskan sinar matahari datang ke bagian bawah permukaan lembaran plastik sebesar 93,5 persen, merah 67,4 persen dan hitam 0 persen. Besarnya cahaya matahari yang dapat diteruskan oleh masing-masing warna lembaran plastik berbeda sehingga berpengaruh terhadap suhu tanah yang berbeda pula.
“Lembaran plastik warna merah dan transparan memiliki sifat tembus cahaya, transclucen, artinya sebagian besar intensitas cahaya matahari yang mengenai permukaan atas lembaran plastik dapat diteruskan ke permukaan bagian bawah,” papar pria kelahiran Sragen, 16 September 1965 ini. (Humas UGM/ Agung)