Kedaulatan negara merupakan konsep yang sangat menarik dan inspiratif dalam wacana akademis bidang hukum dan politik internasional. Perdebatan yang sangat dinamis dan provokatif tentang konsep kedaulatan negara dalam sistem hukum internasional terus tercatat dari waktu ke waktu. Mencermati perkembangan mutakhir tentang posisi dan peran negara secara internal maupun eksternal tampaknya diperlukan re-interprestasi makna kedaulatan negara dalam konteks sistem hukum internasional.
Prof. Dr. Sigit Riyanto, s.H., LL.M, dosen Fakultas Hukum UGM mengatakan kedaulatan merupakan konsep yang sangat penting dalam tata tertib hukum domestik maupun internasional, dan menjadi titik persinggungan antara kedua sistem tertib hukum tersebut. Bahwa kedaulatan negara merupakan salah satu norma fondasional dalam sistem hukum internasional. Konsekuensinya, konsep tentang negara yang berdaulat sebagai kesatuan otoritas yang tidak tunduk pada pihak manapun menjadi penyangga sistem tata hukum internasional yang menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, non-intervensi dan kesepakatan (consent) negara.
“Meski begitu, dalam wacana dan praksis mutakhir konsep kedaulatan negara telah mengalami perubahan, sehingga kedaulatan negara dalam pengertian yang absolut tidak dapat lagi dipertahankan,” katanya di Balai Senat UGM, Kamis (26/6) saat pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Menurut Sigit Riyanto, sekurang-kurangnya ada dua faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal menemukan makna baru tentang kedaulatan negara dalam sistem hukum internasional kontermporer. Pertama, perkembangan dan penyebarluasan nilai-nilai kemanusiaan (spreading of humanity values) dan implementasinya oleh negara, organisasi internasional, individu, dan Non-State Actors lainnya diseluruh dunia. Kedua, terjadinya proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan internasional yang makin marak dan intensif di berbagai wilayah dunia.
“Globalisme dan globalisasi menimbulkan implikasi berupa keleluasaan pergerakan lintas batas (negara) bagi orang, objek, maupun ide atau konsep. Sementara, pada saat yang bersamaan kini semakin deras aliran pemikiran yang memposisikan negara sebagai instrumen yang melayani kepentingan warga dan bukan sebaliknya,” terang pria kelahiran Sukoharjo, 15 Februari 1964 ini.
Dalam wacana kontemporer, kata Sigit Riyanto, pemahaman tradisional tentang konsep kedaulatan negara dapat dianggap sebagai kendala bagi pemecahan masalah-masalah kemanusiaan secara efektif dan perlindungan kepentingan dan hak-hak mendasar warga negara. Sedangkan secara ilustratif, pemaknaan kedaulatan bagaikan pergerakan pendulum kepada dua arah yang berbeda, yakni kedaulatan dengan makna mengarah pada absolutisme dan kedaulatan dengan makna yang mengarah pada relativisme.
“Kini negara-negara sebagai subyek hukum internasional par excellence dihadapkan pada pilihan tersebut, untuk menemukan konsensus tentang makna kedaulatan dalam hubungan diantara mereka maupun Non State Actors lainnya,” ucap Sigit saat menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Re-Interprestasi Kedaulatan Negara dalam Hukum Internasional”.
Oleh karena itu, dari perspektif akademik, perlu dikembangkan wacana visioner untuk menemukan pemaknaan yang sahih mengenai konsep kedaulatan negara pada saat sistem internasional yang telah memasuki era interdependensi diantara negara-negara maupun dengan Non-State Actors lainnya. Kedaulatan ditempatkan ditangan rakyat, vis-a-vis pemerintah dan dikaitkan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan peradaban universal.
Bahwa negara sebagai elemen utama dalam masyarakat internasional tidak tergantikan, namun sebagai otoritas nasional mengemban mandat dan tanggung jawab untuk memajukan warganya, meningkatkan kemakmuran dan menjaga kebebasannya, mengelola konflik, serta mengembangkan kerjasama internasional. “Dalam bahasa lain merekonstruksi kedaulatan sebagai tanggungjawab (sovereignity as responsibility), menempatkan negara sebagai agen dan manifestasi dari kedaulatan rakyat yang mengemban tugas untuk menghadirkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi warganya dan mempertangungjawabkan mandatnya secara internal maupun secara eksternal,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)