Kegiatan penggunaan lahan gambut yang tidak dikelola secara bijaksana menjadi sumber kerusakan hutan gambut yang berakibat pada kerugian sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitarnya, maupun bagi lingkungan yang lebih luas. Seperti pada Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) satu juta hektar untuk pertanian di Kalimantan Tengan tahun 1995.
Dengan pembuatan drainase yang membelah kubah gambut telah menimbulkan kerusakan hutan gambut yang luar biasa. Proyek PLG akhirnya dihentikan berdasar Keppres No. 80 tahun 1998. Untuk menangani kawasan eks PLG ini pemerintah mengeluarkan Keppres No. 80 tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan PLG di Kalimantan Tengah.
“Salah satu sasaran Keppres tersebut adalah penyiapan konsep rehabilitasi kawasan eks PLG dengan titik berat pada upaya pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan potensi-potensi dalam kawasan,” kata Ir. Yanarita., MP, di Fakultas Kehutanan UGM, Jum’at (27/6).
Disebutkan Yunarita, dikeluarkannya Inpres No. 2/2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan eks PLG di Kalimantan Tengah memberi alternatif yang dapat dilakukan untuk merehabilitasi kawasan tersebut. Diantaranya membangun kembali hutan alam dengan permudaan alami, membangun perkebunan rakyat dan membangun hutan rakyat.
“Berdasar keputusan Dirjen RLPS No. 028/KPTS/V/2001 tertanggal 17 Juli 2001, maka yang dimaksud dengan hutan rakyat adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon di atas hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimal 0,25 hektar dan ditandai dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 persen dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang pohon per hektar,” papar dosen Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya saat mempertahankan desertasi “Strategi Pembangunan Hutan Rakyat Untuk Reahabilitasi Lahan Gambut di Kalimantan Tengah” dalam promosi terbuka Program Doktor Bidang Ilmu Kehutanan UGM.
Dikatakan Yunarita, hutan rakyat pada dasarnya bukan hal baru dalam hidup keseharian masyarakat dengan berbagai sebutan yang berbeda-beda. Misalnya, di Jawa disebut talun, di Kalimantan Barat tembawang, dan di Krui Lampung disebut rempong damar.
Sedangkan, di PLG Kalimantan Tengah juga ditemui hutan rakyat dari budidaya tanaman berkayu yang oleh masyarakat lokal disebut kabun. Umumnya, kabun ini merupakan rotasi perladangan yang didominasi oleh tanaman karet (Hevea brasilliensis) bercampur dengan tanaman jenis buah-buahan seperti rambutan (Nephelium mutabile), durian (Durio zibentinus), cempedak (Arthocarpus sp.), duku (Lansium domesticum corr.), petai (Parthia speciosa), dan lain-lain.
Yunarita menjelaskan, rakyat sebenarnya telah memanfaatkan kawasan gambut dengan menggunakan pola tanam yang mereka aplikasikan sesuai dengan karakteristik lahan yang dihadapinya. Bahkan kawasan gambut eks PLG Kalimantan Tengah juga untuk daerah tujuan transmigrasi sebagai upaya untuk pengembangan wilayah.
“Sehingga mereka yang memiliki keahlian bertani di daerah asalnya, memanfaatkan kawasan gambut menggunakan pola tanam tetapi dengan menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Sayang informasi pengelolaan hutan rakyat di kawasan gambut ini sangat terbatas. Sementara pemanfaatan lahan gambut untuk hutan rakyat dalam pengolahannya berbeda dengan pengolahan lahan hutan rakyat di lahan mineral”, katanya.
Menurut Yunarita, pengolahan lahan untuk kegiatan penanaman di habitat gambut relatif lebih sulit dibandingkan lahan mineral. Hal ini disebabkan di habitat gambut kurang subur (miskin hara), sifat kemasaman yang tinggi (pH 3-5), ketebalan gambut yang sangat bervariasi dari yang dangkal sampai yang dalam, kondisi dan tingkat pelapukan serta penggenangan air akan memberikan perlakuan yang bermacam-macam dari teknik penyiapan lahan, teknik penanaman maupun pemeliharaan.
“Oleh karena itu, hutan rakyat yang dibangun masyarakat lokal dan transmigran di kawasan gambut eks PLG tetap menjadi kajian yang menarik untuk menyiapkan konsep strategis rehabilitasi kawasan lahan gambut eks PLG Kalimantan Tengah yang telah mengalami kerusakan,” ungkapnya. (Humas UGM/Agung)