YOGYAKARTA – Dosen Fakultas Farmasi UGM, Dr. Abdul Rohman, dinobatkan menjadi peneliti muda terbaik se-Asia Pasifik setelah mendapatkan penghargaan ProSPER.Net Young Scopus Scientist Award untuk kategori bidang pembangunan pertanian berkelanjutan. Abdul, demikian ia akrab disapa, berhasil menyisihkan 100 kandidat peneliti muda lainnya dari berbagai negara dalam penyerahan penghargaan tersebut di Tokyo Jepang pada 11-12 Juli lalu.
Mendapatkan penghargaan prestisius ini tentu menjadi kebanggaan bagi Abdul, pasalnya tidak mudah mendapatkan penghargaan tersebut. Pasalnya mereka yang mendapatkan penghargaan setidaknya harus melalui proses seleksi ketat. Salah satu diantaranya, publikasi risetnya paling banyak dirujuk di publikasi jurnal internasional yang terpantau oleh Scopus, layanan database terbesar di dunia yang meng-index publikasi di jurnal. Menurut Abdul, syarat lainnya, nominasi penerima penghargaan ini adalah para peneliti muda yang terhitung maksimal lima tahun lulus dari pendidikan master atau doktor. “Berdasarkan data di Scopus, ada 62 publikasi saya di jurnal internasional, disitasi sekitar 373 kali oleh berbagai peneliti di berbagai Negara,” kata rohman saat ditemui di LPPT UGM, Kamis (17/7).
Menurut Abdul, saat ini risetnya banyak dipublikasikan di jurnal internasional seperti International Journal of Food Properties, International Food Research, Journal of the American Oil Chemist Society, Global Journal of Pharmacology. “Umumnya jurnal yang ada di Amerika Serikat,” ujarnya.
Tidak heran, hasil riset yang dipublikasi di jurnal-jurnal tersebut menjadi rujukan bagi peneliti lain dari Malaysia, Spanyol, dan Afganistan. Diakui Abdul, banyaknya publikasi risetnya yang disitasi tersebut berkenaan dengan pengembangan analisis produk makanan halal lewat deteksi kandungan lemak, daging, dan gelatin babi pada produk makanan, kosmetik, dan farmasi. “Yang paling banyak disitasi itu tentang penelitian saya mengenai cara mendeteksi pemalsuan minyak zaitun yang dicampur minyak sawit, saya mengembangkan cara deteksi kurang dari dua menit,” kata pria yang menggeluti bidang kimia analisis ini.
Pria kelahiran Pati, Jawa tengah ini, menambahkan salah satu cara mendeteksi kandungan babi pada makanan adalah dengan menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy and Chemometrics. Dengan menggunakan teknologi sinar inframerah, katanya, mampu mendeteksi gugus fungsional yang khas pada minyak dan lemak babi, bahkan bisa digunakan untuk lemak sapi, kambing, dan lemak lainnya yang memiliki intensitas serapan yang berbeda.
Selain itu, penelitian lain yang kini juga tengah dikembangkan Abdul bersama rekan peneliti Farmasi lainnya di UGM adalah pengembangan alat cepat deteksi kandungan babi yang mereka namakan electronic nose. Sesuai dengan namanya, cara kerja alat ini menyerupai pola kerja indera penciuman manusia untuk mengenali pola asal bau. “Bau lemak babi, kambing dan ayam kan berbeda. Alat ini masih dalam tahap pengembangan. Apabila ini berhasil, saya akan mencobanya untuk menguji tingkat kehalalan sebuah produk makanan,” kata pria kelahiran tahun 1977 ini.
Seperti Melamar Anak Gadis
Perjuangan Abdul untuk mempublikasikan hasil risetnya di berbagi jurnal bertaraf internasional tentu tidaklah mudah. Anak pertama dari enam bersaudara dari anak penjual ikan ini bercerita awalnya dia kesulitan mendaftarkan artikelnya di jurnal-jurnal tersebut bahkan lebih sering ditolak. Namun dia tidak pernah putus asa. Dia pun tetap berusaha memilih mempublikasikan hasil risetnya di jurnal-jurnal berpengaruh dan berdampak besar pada kemajuan ilmu pengetahaun dan teknologi. “Publikasi di jurnal itu seperti melamar anak gadis. Naskah artikel publikasi saya sering ditolak, dikomentari, lalu diperbaiki sampai 3-4 kali, kadang baru diterima,” kenangnya.
Meski begitu, tidak semua jurnal-jurnal tersebut menolak naskah publikasinya. Beberapa jurnal bahkan langsung menerima dan mempublikasikannya. “Kalo dulu beberapa kali ditolak, sudah terbiasa. Bagi saya jangan hanya puas hanya sampai dipublikasi, namun bagaimana publikasi itu makin berkualitas dan makin banyak disitasi, ” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)