YOGYAKARTA – Pengajar Hukum Tata Negara UGM, Dr. Zainal Arifin Mochtar menilai pernyataan ‘menarik diri’ yang disampaikan Prabowo Subianto terkait pilpres memiliki dua konsekuensi, pertama menarik diri secara keseluruhan dari Pemilu, maka telah menganggap dirinya tidak lagi menjadi pasangan calon nomor urut 1 yang berlaga dalam Pilpres 2014. “Menarik diri dari pilpres maka juga menghilangkan legal standing dalam sengketa pemilihan umum presiden di MK. Harus diingat, yang bisa mengajukan permohonan sengketa adalah pasangan yang masih menjadi peserta pemilu presiden. Otomatis, dengan mengundurkan diri maka juga secara hukum sangat logis kehilangan legal standing,” ungkap Zainal kepada wartawan, Rabu (23/7).
Kedua, jika makna menarik diri hanya pada ranah menolak hasil rekapitulasi, maka hampir tidak bermakna apa-apa secara hukum, melainkan menjadi pernyataan menolak hasil rekapitulasi yang dibingkai dengan kalimat menarik diri. “Jika hanya menolak rekapitulasi, masih menjadikan Prabowo tetap sebagai pasangan nomor urut 1 yang akan juga berarti masih memiliki legal standing di MK,” ujar Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM ini.
Meskipun memiliki peluang melakukan gugatan ke MK, menurut Zainal tentu juga bukan hal yang mudah bagi Prabowo karena selisih perhitungan suara dengan rivalnya capres Joko Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla berkisar sekitar lebih dari 8 Juta suara. “Setidaknya ia harus bisa mendalilkan suaranya hilang diambil Jokowi-JK sekitar 4-5 jutaan suara untuk membalikkan kondisi kemenangan Jokowi-JK. Bukan hal yang mudah mengingat MK belum pernah menganulir suara sebesar itu, baik di Pilpres 2004 maupun di Pemilukada yang sudah lewat,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)