BANTUL – Meski berasal dari keluarga buruh tani, kemauan dan tekad keras disertai kemampuan akademis yang mumpuni menghantarkan Riyo Pungki Irawan, 18 tahun, diterima kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Anak satu-satunya dari pasangan Sukamto dan Sugiyem ini diterima lewat jalur SNMPTN. Beruntung, berbekal beasiswa Bidikmisi, selama kuliah Riyo digratiskan dari biaya kuliah. Dengan begitu, Riyo bisa meringankan beban kedua orangtuanya hingga nanti ia bisa memperoleh gelar dokter.
Ditemui di rumahnya yang berada di ujung timur Kabupaten Bantul, persisnya di dusun Pencitrejo, Dlingo, Bantul, Riyo yang mengenakan kaos coklat lengan pendek mengaku senang dan bangga diterima kuliah di UGM. Apalagi diterima di jurusan yang sesuai dengan cita-citanya untuk menjadi seorang dokter. Ia juga tidak menyangka bisa diterima di jurusan yang paling difavoritkan oleh siswa-siswa SMA dari seluruh Indonesia.“Nggak sempat kebayang diterima, dulu pasrah diterima atau tidaknya di Kedokteran. Saingannya kan ketat, pasti teman-teman dari seluruh Indonesia khususnya dari luar jogja yang cerdas-cerdas,” kata pria yang berperawakan kurus ini.
Sejak kecil Riyo mengatakan dirinya memang berkeinginan ingin menjadi dokter, namun sempat berubah ingin menjadi dosen. Tapi sejak melihat kenyataan di kampungnya hanya ada dua orang dokter dan satu orang mantri yang melayani seluruh masyrakat di satu desa, keinginan Riyo untuk menjadi dokter menguat kembali. Dengan harapan, setelah lulus ingin mengabdi di kampungnya. “Apalagi di sini, dokter berasal dari luar desa. Pinginnya ada dokter dari kampung sendiri,” harapnya.
Hidup dalam kondisi ekonomi pas-pasan adalah hal biasa bagi Riyo. Ia mafhum dengan penghasilan ayah dan ibunya sebagai buruh tani dengan penghasilan perbulan yang tidak tetap. Ia pun tidak pernah memaksa untuk dibelikan kendaraan untuk kebutuhan transportasinya ke sekolah. Karena sekolah di SMA Negeri 8 Yogyakarta, Riyo akhirnya memilih indekos. Ayah dan ibunya hanya mengirim uang sekitar Rp 100 ribu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. “Kadang dikasih lebih, kadang kurang,” kenangnya.
Kendati hidup serba kekurangan, tetap tidak mengendorkan semangat Riyo dalam belajar. Bahkan Riyo selalu berprestasi di kelas. Rangking 1 selama tiga tahun berturut-turut disandangnya. Bagi Riyo, kondisi keterbatasan ekonomi bukanlah kendala baginya.”Semua rejeki sudah ada yang ngatur. Tuhan tidak pernah tidur. Tergantung bagaimana kita menjalani dan mensikapinya, apabila tujuannya baik, pasti jalannya lancar,” terangnya.
Tidak hanya rangking di kelas, di luar bidang akademik, Riyo juga memiliki prestasi gemilang dalam berbagai bidang perlombaan, seperti Juara 1 Lomba Debat Tingkat Nasional yang dilaksanakan Kemendikbud di Bogor tahun 2012 dan Juara 2 Lomba Cerdas Cermat bidang Pendidikan Kewarganegaraan di Yogyakarta di tahun yang sama.
Sugiyem, ibunda Riyo, ditemui saat tengah menanam padi di ladang nampak tidak bisa menyembunyikan rasa senang dan kebahagiannya karena Riyo bisa diterima dan kuliah secara gratis di fakultas kedokteran. Satu pesan singkat yang disampaikan buat sang anak,”Semoga cita-citanya tercapai dan menjadi anak yang sukses,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)