Globalisasi telah membuat kehidupan masyarakat semakin multi, multikultur dan multiagama. Negara maju pun sepertinya tergagap-gagap menghadapi realita ini.
Adalah Indonesia yang sudah lama terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Berbeda dengan bangsa-bangsa di Eropa yang notabene dibangun di atas identitas agama dan bahasa, nampaknya justru tergagap-gagap ketika harus menghadapi situasi ini.
“Mereka tergagap-gagap, tapi Indonesia justru dari awal ya seperti ini. Oleh karena itu, saya kira kontribusi terbesar dari Indonesia dalam dimensi ini. Mungkin kita kalah dalam dimensi teknologi, namun dalam kehidupan sosial kita bisa memberikan kontribusi lebih banyak, salah satunya adalah pluralisme,” ujar Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc, Rektor UGM saat menandatangani perpanjangan kerjasama dalam pengelolaan Indonesian Consortium For Religious Studies (ICRS) bersama Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Musya Asy’arie, MA dan Rektor Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Dr. Djohan, MEM., Ph.D, Kamis (7/8).
Memberi sambutan kerjasama di kampus UKDW, Pratikno mengungkapkan UGM senantiasa membahas dan memberikan kontribusi sangat penting untuk kemanusiaan. Tidak saja permasalahan kemanusiaan saat ini, namun juga permasalahan-permasalahan di masa depan.
“Bahkan dalam amanat pendiriannya, UGM dinyatakan melalui pendidikan UGM bekerja untuk kemanusiaan dan kemajuan bangsa. Karena itu, UGM berterima kasih ikut nebeng. Dengan ICRS, UGM ikut terdongkrak reputasi bersama UKDW dan UIN Sunan Kalijaga dalam memberikan kontribusi pada masalah-masalah kemanusiaan kedepan. Karena itu, menjadi kewajiban UGM bagaimana kinerja atau performa yang sudah berjalan baik ini harus terus dipertahankan dan ditingkatkan,” ungkapnya.
Indonesian Consortium For Religious Studies (ICRS) dirintis sebelum tahun 2007 hingga pada akhirnya terbentuk konsorsium. Konsorsium ini mendapat dukungan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X, karena seiring dengan semangat Keistimewaan DIY. ICRS dengan program pendidikannya memiliki 63 mahasiswa dari 12 negara dan hingga kini telah meluluskan 8 alumni.
Rektor UKDW, Dr. Djohan, MEM., Ph.D mengatakan selain mengandung makna persahabatan antarakademisi dengan latar belakang agama yang berbeda, perpanjangan kerjasama ini diharapkan memberikan kontribusi dalam kancah internasional baik dengan negara-negara maju maupun negara-negara lingkup ASEAN. Sebab ASEAN Free Trade 2015 tidak hanya dimaknai sebagai lingkup perdagangan barang dan jasa, namun masyarakat ASEAN juga memiliki beragam budaya dan agama.
“Juga masih ada konflik di internal masyarakat di beberapa negara anggota ASEAN. Dengan begitu kita berharap kerjasama ini akan meningkatkan pemahaman, persahabatan dan perdamaian masyarakat ASEAN melalui alumni-alumni IRS, karya ilmiah dan pengabdian masyarakat,” tutur Djohan.
Sementara Prof. Dr. Musya Asy’arie, MA, Rektor UIN Sunan Kalijaga menyatakan dengan tantangan yang dihadapi, kerjasama ini diharapkan segera diaktualisasikan. Sebab kerjasama tiga universitas ini bertujuan memelihara kekayaan negeri, berupa keanekaragaman.
“Saya kira, Indonesia tanpa keanekaragaman tentu bukan Indonesia lagi. Jadi kerjasama ini selain mendukung nilai-nilai Keistimewaan Yogyakarta sekaligus untuk mempertahankan sebuah bangsa,” katanya. (Humas UGM/ Agung)