Laporan Kerja Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2LP) menyebutkan bahwa kasus rabies di Indonesia mengalami penurunan hingga 90 persen sejak tahun 2010-2014. Kendati begitu, penyakit ini perlu terus diantisipasi mengingat pertumbuhan populasi anjing liar yang tidak terkontrol terus bertambah.
Tindakan pengendalian populasi anjing untuk pengendalian rabies sudah banyak dilakukan oleh masyarakat. Namun, kebanyakan tindakan dilakukan menggunakan metode pengendalian populasi yang kejam karena minimnya pengetahuan dan rasa takut terhadap rabies. Seperti dengan memberikan racun, menyetrum, dan menenggelamkan anjing.
“Metode yang tidak manusiawi dengan membunuh atau meracuni bukan menjadi soulsi etis dan terbukti gagal dalam mengendalikan populasi anjing,” kata Dosen Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Drh. Aris Junaidi, Ph.D., saat menyampaikan pidato pengukuhan jabatan Guru Besar berjudul “Pengendalian Populasi Anjing Untuk Menekan Kasus Rabies di Indonesia”, Senin (29/9) di Balai Senat UGM.
Aris menegaskan pengendalian populasi anjing bisa dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi yakni dengan metode kontrasepsi. Untuk populasi anjing dalam jumlah besar, lanjutnya, metode kontrasepsi non-operasi dengan implan Deslorelin lebih tepat diterapkan. Pasalnya metode ini memiliki prosedur yang sederhana, tidak membutuhkan pembiusan dan perwatan pascaoperasi.
“Aplikasinya pada anjing jantan karena mereka aktif secara seksual sepanjang tahun,” terang pria kelahiran Purworejo, 4 Juni 1963 ini.
Superagonis Gonadotrophin Releasing Horomone (GnRH) Deslorelin dalam bentuk slow release implan dapat memberikan efek sterilitas pada anjing jantan maupun betina delam 1 tahun. Sementara reimplantasi akan memberikan efek yang sama yaitu menekan fertilitas selama 1 tahun dan bersifat reversible.
“Metode ini menawarkan strategi kontrol populasi anjing sebagai upaya menekan kasus rabies di Indonesia,” katanya.
Aris menyampaikan pengendalian rabies dengan menggabungkan program vaksinasi dan kontrasepsi hormonal secara sistemik dan terarah di lapangan menjadi program fundamental yang perlu dilakukan untuk mengeliminasi rabies. Dengan diterbitkannya Perpres No. 30 Tahun 2011 tentang pengendalian zoonosis yang multisektor dengan melibatkan 17 kementrian dan lembaga yang terlibat di dalamnya diharapkan pengendalian penyakit bersumber dari hewan terutama rabies bisa lebih efektif dan optimal.
“Pada akhirnya diperlukan komitmen bersama dalam pengendalian dan penanggulangan zoonosis terutama rabies di Indonesia demi tercapainya Indonesia bebas rabies 2020,” tandasnya. (Humas UGM/Ika)