YOGYAKARTA – Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta, Eko Suharto, S.T., M.Si., berhasil menyandang gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di program pascasarjana Fakultas Geografi, Selasa (16/12). Bahan utama penelitian disertasinya, Eko mengangkat persoalan model penentuan nilai Lahan Sultanaat Grond (SG) dan Pakualamanaat Grond (PAG) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dihadapan tim penguji yang diketuai Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc., Eko Suharto mengatakan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond merupakan lahan yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman. Umumnya, nilai lahan keduanya tidak mengikuti harga pasar bahkan tidak terdapat acuan standar yang menentukannya. Meski tidak menyebutkan total luas lahan Sultanaat Grond dan Pakualamanaat Grond yang ada di seluruh DIY, Eko menegaskan harga lahan SG dan PAG didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli atas besarnya biaya yang telah dikeluarkan untuk mengolah lahan.
Di lapangan, penentuan nilai lahan SG dan PAG dipengaruhi atas campur tangan politik pemerintah, lingkungan, lokasi, dan kondisi sosial masyarakat. Bila umumnya harga lahan ditentukan oleh factor ekonomi, sebaliknya nilai harga lahan SG dan PAG tidak dipengaruhi factor ekonomi. “Hal ini menguatkan fakta bahwa lahan ini tidak mengikuti harga pasar,” terangnya.
Eko mengatakan penelitiannya mencakup seluruh bidang lahan SG di lima kabupaten/kota di DIY. Sedangkan pengambilan sampel PAG di lakukan di Kabupaten Kulonprogo karena lahan PAG sebagian besar terdapat di Kulonprogo. Diakui Eko, lahan SG dan PAG yang terletak pada daerah perbukitan yang terjal, tandus ,dan aksesibilitas yang sulit mempunyai nilai lahan yang rendah. Lahan ini terdapat di kecamatan Pundong, Imogiri dan Piyungan. Sebaliknya nilai lahan akan meningkat apabila berada di dekat lokasi rekreasi dan pusat perbelanjaan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)