YOGYAKARTA – Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah melakukan penelitian di bidang rekayasa nanoteknologi. Teknologi untuk memanipulasi material fungsional menjadi nanofiber atau serat berukuran nanometer dilakukan dosen Jurusan Fisika, FMIPA UGM, Dr. Kuwat Triyana dan Dr. Yusril Yusuf. Bersama Tim Peneliti lainnya dalam Grup Riset Nanomaterial UGM yang berafiliasi ke LPPT UGM, tim ini mengembangkan alat pemintal elektrik atau yang lebih dikenal sebagai electrospinning.
Menurut Kuwat, mesin electrospinning berfungsi membuat serat berukuran nanometer atau nanofiber untuk berbagai keperluan. Bahan-bahan untuk membuat nanofiber bisa diambil dari bahan alam yang sangat melimpah di Indonesia. Salah satunya limbah perikanan, seperti cangkang udang dan kepiting yang biasanya mencemari lingkungan dapat diubah menjadi kitosan yang selanjutnya dibuat menjadi nanofiber kitosan. Bahkan kulit dan tulang hewan yang selama ini hanya menjadi aksesoris seperti tas dan sepatu kulit, dapat diubah menjadi gelatin yang selanjutnya dibuat nanofiber gelatin.
Dengan bantuan dana penelitian dari UGM dan DIKTI, tim peneliti UGM telah berhasil mengembangkan mesin electrospinning generasi ketiga dan keempat. Generasi ketiga beroperasi dengan tegangan hingga 45 kV dc, sehingga mampu membuat nanofiber koaksial yang berukuran nanometer. Sementera itu, mesin electrospinning generasi keempat beroperasi dengan tegangan hingga 100 kV dc, tidak lagi menggunakan syringe maka disebut needlefree electrospinning, “Mesin ini mampu membuat lembaran nanofiber dalam skala industri,” kata Kuwat saat ditemui di Fakultas FMIPA UGM, Senin (22/12).
Menurut Kuwat, serat berukuran nanometer (nanofiber) mempunyai sifat jauh lebih unggul dibanding berukuran lebih besar karena mempunyai kerapatan luas permukaan yang sangat tinggi. “Itu sebabnya nanofiber menjadi primadona baru dalam pengembangan material fungsional,” imbuhnya.
Hasil fabrikasi nanofiber menggunakan berbetuk lembaran seperti kain namun jika dilihat dengan mikroskop electron tampak serat-seratnya berdiameter dalam orde puuhan hingga ratusan nanometer. Sebagai gambaran, kata Kuwat, ukuran satu nanometer sama dengan seper satu milyar meter, atau kira-kira satu helai rambut dibagi 1000. “Karena kecilnya, maka kita tidak mampu melihat secara jelas sehelai nanofiber dengan mata telanjang maupun dengan mikroskop biasa, sehingga harus dilihat menggunakan mikroskop elektron,” katanya.
Pengolah Limbah
Tidak sekedar memproduksi nanofiber, tim peneliti dari Grup Riset Nanomaterial UGM tengah mengembangkan nanofiber untuk pengolah limbah cair dalam rangka menyelamatkan lingkungan Indonesia. Kuwat mengundang siapa saja yang tertarik pada pengembangan nanofiber untuk bergabung dan memanfaatkan mesin electrospinning yang telah dikembangkan agar utilitasnya sangat tinggi dan lebih bermanfaat. “Sudah ada 30 peneliti yang telah bergabung,” terangnya.
Seperti diketahui, nanofiber saat ini sudah dimanfaatkan secara luas di berbagai bidang. Di bidang kesehatan, nanofiber dimanfaatkan sebagai bahan pembalut luka, filter untuk mesin cuci darah, bahan kosmetik. Sebagai sumber produk energi terbarukan telah dibuat dalam bentuk baterai lithium, sel surya, dan fuel cell. Selain itu di bidang lingkungan, sudah dimanfaatkan sebagai sensor gas, fotokatalis, filter udara dan pengolah limbah. Bahkan dalam militer, sudah digunakan sebagai bahan untuk pakaian anti peluru. (Humas UGM/Izza)