Kebutuhan terhadap prostesis sendi terus meningkat seiring dengan banyaknya kejadian patah tulang sendi maupun akibat penyakit degenaritif seperti osteoarthritis dan osteoporosis. Di Indonesia permintaan penggantian sendi banyak berasal dari penderita osteoarthritis dan osteoporosis. Kebutuhan diperkirakan akan terus mengalami kenaikan mengikuti peningkatan jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia. BPS memperdiksi pada tahun 2020 penduduk usia lanjut akan mencapai lebih dari 11 persen.
Operasi penggantian sendi total terutama sendi lutut dan sendi panggul merupakan metode yang biasa digunakan untuk mengurangi angka kesakitan dan mengembalikan fungsi sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Hanya saja, pemenuhan kebutuhan terhadap prostesisi sendi selama ini masih dipenuhi dari produk impor dengan ukuran yang tidak seusai dengan morfometri orang Indonesia. Implan yang digunakan merupakan implan impor yang sebagian besar didesain berdasar morfometri ras Caucasian dengan ukuran sendi yang lebih besar.
“Penggunaan prostesis sendi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan anatomi ini bisa meningkatkan angka kejadian komplikasi dari operasi penggantian sendi total dan bisa memperpendek usia pakai prostesis sendi,” terang Dr. Suyitno, S.T., M.Sc., dosen dan peneliti bidang Teknik Mesin dan Metalurgi, di Jurusan Teknik Mesin dan Industri FT-UGM ini, Rabu (7/1) di Kampus UGM.
Kenyataan tersebut mendorong Suyitno bersama dengan dengan sejumlah peneliti di Fakultas Teknik dan Kedokteran UGM yang tergabung dalam kelompok penelitian Center for Inovation of Medical Equipments and Devices (CIMEDs) untuk meneliti ukuran sendi orang Indonesia sebagai dasar untuk pengembangan protesis sendi. Mereka adalah Dr. dr. Puntodewo, M.Kes., Sp.OT(K), dr. Rahadyan Magetsari, Sp.OT(K). Ph.D., dr. Luthfi Hidayat, Sp.OT., Rini Dharrmastiti, M.Sc., Ph.D., dan Urip Agus Salim, ST., M.Eng.Sc Kegiatan riset ini juga melibatkan Bagian Ortopaedi dan Traumatologi RSUP Dokter Sardjito, Rumah Sakit UGM dan PT. ORTIDE Indonesia.
Suyitno mengatakan penelitian untuk memperoleh ukuran dan bentuk sendi lutut dan sendi panggul saat ini tengah berlangsung di Rumah Sakit UGM. Dengan memanfaatkan fasilitas CT Scan Multi Slice RS UGM, penelitian ini menggunakan responden dari masyarakat Indonesia yang berusia 50 sampai 70 tahun. CT Scan yang dipakai adalah MSCT 128 Slice, yang memiliki dosis radiasi rendah dan resolusi tinggi.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata diameter penampang mediolateral tulang kering dan anteroposterior tulang kering dalam penelitian ini, untuk perempuan memiliki permukaan tibia yang lebih kecil dibandingkan laki-laki. Ukuran rata-rata sample yang diukur baik laki-laki maupun perempuan memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding populasi Kaukasid. Pada penelitian yang didanai DP2M Dikti melalui sekema Penelitian Unggulan Strategis Nasional (PUSNAS) tahun 2014 juga didapatkan perbedaan dengan populasi Asia lainnya.
Temun lain memperlihatkan adanya perbedaan signifikan pada penelitian tulang femur bagian atas atau sendi panggul antara responden pria dan wanita. Perbedaan tersebut adalah dalam hal panjang leher tulang femur, ukuran diameter kepala tulang femur, diameter penampang anteroposterior dan mediolateral bagian atas tulang femur, serta posisi kepala tulang femur.
“Dari hasil pengukuran ini akan menjadi data acuan perancangan prostesis sendi dan acuan aplikasi prostesis sendi bagi pasien di Indonesia pada khususnya,” jelas Suyitno selaku ketua tim peneliti.
Lebih lanjut Suyitno menyampaikan bahwa ukuran dan bentuk sendi masyarakat Indonesia merupakan data utama dalam pengembangan prostesis sendi lutut dan panggul tiruan (hip dan knee joint prostheses). Oleh sebab itu pengembangan sendi ini sangat penting guna memenuhi kebutuhan sendi lutut dan panggul tiruan yang sampai saat ini diimpor dari luar.
Pembuatan prostesis sendi yang dirancang berdasarkan morfometri dan biomekanika sendi panggul orang Indonesia diharapkan Suyitno dapat memperbaiki proses rekonstruksi dan rekonstruksi tulang sendi dengan tepat. Selain itu dengan proses produksi prostesis sendi yang mandiri, nantinya diharapkan bisa menggantikan prostesis sendi impor dengan harga terjangkau sehingga akan lebih banyak pasien kerusakan sendi yang bisa dioperasi. (HumasUGM/Ika)