YOGYAKARTA – Dosen Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UGM Ika Dewi Ana, DDS., Ph.D., berhasil meraih penghargaan dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti) pada pertengahan Desember lalu di Jakarta. Ia menerima penghargaan dalam bidang Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL) untuk kategori paten. Penelitian Ika yang mendapatkan penghargaan adalah hasil penelitiannya mengenai komposit karbonat apatit sebagai pengganti tulang.
Bagi Ika, penghargaan ini juga mendorong dirinya untuk terus memperbaiki karya-karya penelitiannya baik yang sudah dimanfaatkan masyarakat maupun yang masih dikaji di laboratorium. Saat ini ada empat produk penelitian yang telah dihasilkan oleh Ika, dua penelitian diantaranya sudah mendapat paten, “Dua lainnya tengah proses pendaftaran paten,” kata Ika ditemui di kampus UGM, Senin (19/1).
Perempuan kelahiran Yogyakarta 45 tahun lalu ini menuturkan waktu yang dibutuhkan dirinya untuk meneliti mengenai komposit kabonat apatit pengganti tulang berlangsung lebih dari 15 tahun. Perjuangannya pun tidak mudah agar bisa diproduksi dan dikomersialisasi dengan nama dagang Gama-CHA. “Produk ini pernah diuji pada hewan kecil hingga hewan besar hingga sampai akhirnya diuji pada manusia,” katanya.
Pulang jam 3 pagi dari laboratorium adalah hal yang biasa bagi Ika. Beruntung dia memiliki suami dan anak-anak yang mendukung aktivitasnya. “15 tahun tentu bukan waktu yang pendek, tapi cita-cita untuk membantu masyarakat membuat saya makin tekun meneliti,” kenangnya.
Keunggulan Gama-CHA
Ika bercerita, alasan dirinya meneliti bahan pengganti tulang dikarenakan selama ini graft atau pengganti tulang yang beredar di pasaran berbasis b-TCP (alfa-Trikalsium Fosfat) atau HA (Hidroksiapatit). “Kedua jenis graft tersebut selama ini baik, tetapi memiliki kelemahan,” katanya.
Beberapa kelemahan yang dimaksud Ika adalah b-TCP mudah larut sehingga sebelum tulang terbentuk graft yang diharapkan menjadi pengganti matriks ekstraseluler pada tulang tidak ada. Sedangkan HA yang biasanya diproduksi dengan suhu tinggi akan sulit diresorbsi oleh sel osteoklas. Akibatnya, dengan hidroksiapatit, satu tahun atau dua tahun setelah operasi, bila area tersebut dibuka masih akan ditemukan HA, bukan tulang.
Komposit karbonat apatit dengan Gama-CHA yang diproduksi UGM, kata Ika, dapat dikembangkan untuk berbagai keperluan terapi regeneratif. Dia menambahkan, keunggulan Gama-CHA dibandingkan dengan produk lainnya adalah secara klinis telah terbukti menjadi perancah tulang yang baik pada operasi regeneratif. Bahkan Gama-CHA memungkinkan dokter gigi, ahli bedah mulut, periodontist, dan ahli ortopedi menggunakannya dalam terapi mempercepat pertumbuhan tulang yang hilang tanpa harus mengambil tulang pasien yang masih sehat
Ika menyampaikan sudah ratusan pasien yang ditolong dengan CHA dengan produk yang sudah dikomersialisasikan dengan nama Gama-CHA. “Sebelum diregistrasikan ke Kementerian Kesehatan waktu itu pun sudah diujicobakan ke berbagai kasus pada pasien,” terangnya.
Setelah produk Gama-CHA diluncurkan, pengembangan produk dan diversifikasi produk, kata Ika, masih harus dilakukan. Berbagai penelitian lain dalam bidang rekayasa jaringan yang sedang berjalan di laboratorium bahkan mulai dikembangkan lebih baik lagi dan terstruktur. “Ini tantangan bagi saya, bagaimana dapat terus meneliti, sambil mendidik dan mendampingi mahasiswa untuk dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat,” pungkasnya. (Humas UGM/Iza)