YOGYAKARTA – Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8. Di kawasan Candi Borobudur ini ternyata terdapat danau purba yang memiliki lebar sekitar 8 kilometer sekitar 10 ribu tahun yang lalu atau Kala Plistosen Akhir. Danau tersebut hilang akibat proses alamiah dan non alamiah karena mengalami proses pendangkalan. Hal itu dapat diamati dari material penutup endapan danau yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanik, tektonik, gerakan masa tanah dan batuan, serta aktivitas manusia. Bahkan jejak lingkungan danau juga dapat ditelusuri dari relief candi dan troponin yang menunjukkan adanya lingkungan danau.
Dosen Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta, Ir. Helmy Murwanto, M.Si., memaparkan keberadaan danau purba di sekitar candi Borobudur dapat dikenali melalui singkapan endapan danau berupa lempung hitam yang tersingkap. Endapan danau yang tersingkap ini diakibatkan oleh proses geomorfologi. Sebaran endapan lempung hitam cukup luas itu ditemui di lembah sungai pacet yang berada di kaki Bukit Tidar, Mertoyudan yang diperkirakan sebagai bagian utara danau, hingga mencapai lembah sungai Sileng kaki pegunungan Menoreh sisi selatan danau. “Kedua singkapan tersebut mempunyai jarak sekitar 8 kilometer,” kata Helmy dalam ujian promosi doktor di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (7/2).
Dari hasil penelitian disertasinya, Helmy mengungkapkan material penutup endapan danau berasal dari material vulkanik dan sedimen dari pegunungan Menoreh. Didukung hasil interprestasi citra satelit menunjukkan bahwa beberapa tempat merupakan lembah yang menyerupai alur sungai. Lembah tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk lahan pertanian. Lembah ini terdapat di sekitar desa Bumisegoro, Pasuruhan, Saitan dan Deyangan.
Adapun perubahan bentuk lahan danau menjadi dataran lakustrin disebabkan oleh aktivitas vulkanik, tektonik, longsoran lahar dan aktivitas manusia. Pendangkalan danau menjadi dataran lakustrin diakui Helmy tidak berlangsung dalam satu waktu tetapi berkali-kali. Tidak hanya itu, perubahan pola aliran sungai yang mengalir ke danau purba Borobudur terbentuk akibat proses pendangkalan dan pengeringan danau. Keberadaan jalan lurus penghubung antara Candi Mendut, Pawon dan Borobudur dimungkinkan keberadaannya setelah danau mengalami pengeringan secara sebagian. “Aktivitas manusia di sekitar candi Borobudur dipengaruhi oleh keberadaan danau. Hal ini terefleksikan dalam relief Candi Borobudur dan troponin di sekitar candi Borobudur,” ujarnya.
Dari hasil pemetaan spasiotemporal, danau ini dibagi menjadi tiga periode yakni Kala Plistosen Akhir, Kala Holosen dan Kala Resen. Pembagian waktu ini didasarkan pada hasil uji umur batuan. Pada masing-masing Kala tersebut mempunyai luasan danau yang sangat berbeda-beda. Kala Plistosen Akhir atau di atas 10 ribu tahun yang lalu. “Danau ini sangat luas dan saat itu masih belum terdapat peradaban dan bahkan Candi Borobudur saja belum dibangun,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)