YOGYAKARTA – Pemerintah saat ini tengah gencar melaksanakan kampanye efisiensi dan konservasi energi di tengah persoalan terbatasnya cadangan energi fosil. Padahal kebutuhan energi dari tahun ke tahun terus meningkat. Dari total populasi 256 juta penduduk RI, sekitar 66% penduduk tinggal dan hidup di kota yang membutuhkan pasokan energi cukup besar.
Guru Besar Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM Prof. Ir. Samsul Kamal, M.Sc., Ph.D., mengatakan perilaku dan kearifan lokal menentukan tingkat keberhasilan efisiensi dan konservasi energi. Samsul Kamal mengatakan program usaha penghematan energi masih bersifat teknis dan ekonomis, tidak sepenuhnya efektif karena upaya penghematan energi berkaitan dengan aspek perilaku. “Keberhasilan efisiensi dan konservasi energi ditentukan dari faktor pendidikan, ekonomi, kepercayaan serta latar belakang kultural masyarakat,” kata Samsul dalam Pengukuhan Jabatan Guru Besar dirinya yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (3/3).
Tidak hanya di Indonesia, kata Samsul, di negara maju sekalipun yang relatif tercukupi tingkat kebutuhan energinya, masih menghadapi hambatan perilaku dalam program efisiensi dan konservasi energi. Mengubah perilaku penghematan energi perlu melibatkan institusional maupun komunitas. “Kampus memiliki potensi dalam melakukan aktivitas efisiensi dan konservasi energi,” ujarnya.
Meski demikian, kata Samsul, mengubah perilaku pengendara transportasi dinilainya sangat menentukan dalam mengurangi tingkat konsumsi energi. Soalnya dilihat dari data pola pemakaian energi nasional menunjukkan laju konsumsi energi di bidang transportasi sekitar 6,5% per tahun. “Konsumsi energi untuk komponen transportasi darat mencakup 68% dari kebutuhan minyak bumi kita,” katanya.
Salah satu contoh perilaku hemat energi yang bisa dilakukan pengendara ujar Samsul adalah memberikan tekanan udara dalam ban sesuai dengan yang dianjurkan; menutup pintu jendela mobil pada kecepatan tinggi; menghindari penempatan barang bawaan di atas atai mobil. “Itu semua sebagai contoh meningkatkan efisiensi energi dengan mudah,” katanya.
Lebih jauh ia menerangkan, mengurangi berat bawaan mobil dapat meningkatkan jarak jangkau hingga 1-2% setiap pengurangan beban 50 kg. Sebaliknya, menambah kecepatan mobil dari 90 km/jam menjadi 120 km/jam dapat memboroskan konsumsi bahan bakar hingga 20%.
Usaha untuk mengurangi jumlah konsumsi energi ini, imbuhnya, tidak hanya untuk bidang transportasi, melainkan juga dilakukan pengurangan konsumsi energi di rumah-rumah seperti pemakaian energi dari berbagai peralatan dapur, AC, dan lampu. (Humas UGM/Gusti Grehenson)