Dalam rangka menghadapi perdagangan bebas ASEAN (AFTA) dan antarnegara Asia-Pasifik (APEC) yang akan diberlakukan tahun 2020, pemerintah Indonesia meningkatkan daya saing industri di tingkat regional maupun internasional dengan mencanangkan visi Pembangunan Industri Nasional. Peraturan Presiden No 8 tahun 2008 menyebut Kebijakan Industri Nasional, visi Indonesia adalah menjadi negara industri tangguh di tahun 2025, dan sebagai visi antara Indonesia menjadi negara industri maju baru pada tahun 2020.
Bahkan selama kurun waktu 2010 s.d 2020, pertumbuhan industri rata-rata ditargetkan sebesar 9,43 persen dengan pertumbuhan industri kecil, menengah, dan industri besar masing-masing 10 persen, 17,47 persen dan 6,34 persen. Oleh karena itu, untuk merealisasikan target tersebut, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri.
Pertumbuhan produksi manufaktur besar dan kecil pada triwulan II 2014 (BPS 2014), khususnya industri mesin, logam dasar, dan otomotif yang mengalami kenaikan cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya merupakan kondisi yang menggembirakan bagi perekonomian Indonesia. Mengingat industri manufaktur merupakan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Untuk itu, peran ilmu dan teknologi pengelasan menjadi penting bagi industri manufaktur di Indonesia, mengingat sebagian besar proses produksi di industri permesinan dan struktur menggunakan teknik pengelasan,” ucap Prof. Mochammad Noer Ilman, S.T., M.Sc., Ph.D di Balai Senat, Selasa (7/4) saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Noer Ilman menyatakan teknik pengelasan logam merupakan salah satu proses manufaktur yang banyak digunakan di berbagai industri. Disamping di bidang otomotif, teknik pengelasan logam dipergunakan pula di perpipaan, perkapalan, jembatan, bengunan lepas pantai, dan bahkan akhir-akhir ini dipergunakan untuk menyambung panel-panel pada bodi pesawat terbang (faselage).
Pemakaian las ini lebih luas dibanding dengan teknik penyambungan lainnya. Selain konstruksi mesin/struktur menjadi ringan las dapat dibuat dengan kekuatan tarik mendekati atau bahkan melebihi logam induknya, keandalan tinggi dan proses pengelasan relatif mudah dilakukan.
“Keunggulan lainnya pekerjaan pengelasan dapat dilakukan robot dan otomatisasi seperti di industri otomotif sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif, menghasilkan produk dengan presisi tinggi, dan pekerjaan yang berbahaya dan sulit dikerjakan secara manual oleh manusia dapat dilakukan dengan mudah”, ujar pria kelahiran Purwodadi, 28 November 1967 yang mengucap pidato berjudul “Inovasi Teknologi Pengelasan untuk Menunjang Industri Manufaktur di Indonesia”.
Di luar itu, kata Noer Ilman, faktor ekonomi juga menjadi dasar dalam pemilihan las sebagai teknik penyambungan pada proses perakitan di industri manufaktur. Biaya total pengelasan meliputi biaya peralatan las, tenaga kerja, material consumable dan energi.
“Pada kondisi dimana industri manufaktur dituntut lebih kompetitif dan konsumen menuntut produk yang berkualitas, tetapi murah maka pemakaian robot dalam proses pengelasan merupakan salah satu alternatif untuk menekan komponen biaya tenaga kerja seperti pada industri otomotif”, paparnya.
Ditinjau dari kepentingan nasional, menurut Noer Ilman, beberapa industri manufaktur dapat dikelompokkan sebagai industri strategis. Industri strategis yang menekankan penguasaan teknologi guna kepentingan nasional dalam upaya menciptakan kemandirian dalam bidang teknologi maupun pertahanan dan keamanan negara. Industri strategis ini meliputi industri yang terkait dengan kepentingan wilayah kelautan, udara, darat dan lingkungan hidup seperti industri perkapalan, kedirgantaraan, permesinan dan lain-lain.
“Di era globalisasi, industri-industri strategis ini dituntut padat modal, melakukan inovasi, dan bersifat integratif agar mampu bersaing di tingkat regional dan internasional. Industri strategis membutuhkan added cost yang cukup tinggi terutama untuk kepentingan penelitian dan pengembangan guna menciptakan added value sebesar-besarnya. Karena itulah peranan ilmu dan teknologi pengelasan sangat penting dalam pengembangan industri strategis di Indonesia”, pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)