Beragam subgaya dan bentuk wanda kehadiran boneka wayang kulit gaya Surakarta sebagai aspek pendukung pertunjukkan hingga kini masih berlangsung di kalangan pedalangan. Hal ini ditunjukkan dengan masih berlangsungnya produksi dan penggunaan fitur-fitur wayang dengan bentuk dan wanda tertentu dalam pementasan oleh dalang-dalang, terutama dalang profesional yang berorientasi kepada garap pakeliran sebagai salah satu parameter keberhasilan sajian.
Meski memiliki keterampilan teknis pedalangan terutama dalam hal sabet, keprakan dan suluk, seniman muda pedalangan saat ini dinilai minim dalam hal kemampuan yang berkaitan dengan estetika dan kreativitas. Sebagian besar dalang-dalang muda masih berkiblat kepada gaya pedalangan dalang-dalang senior yang diidolakannya, tanpa melakukan pendalaman materi pakeliran secara pribadi.
“Dengan begitu, identitas personal pakeliran dalang-dalang muda ini tidak menonjol, bahkan cenderung mengalami penurunan bobot estetis pakeliran akibat berhentinya eksplorasi unsur-unsur pakeliran sebatas aspek fisik saja”, ujar Bambang Suwarno, S.Kar., M.Hum, di Sekolah Pascasarjana UGM, Jumat (10/4).
Dosen Institut Seni Indonesia Surakarta mengatakan hal itu, saat menjalani ujian terbuka guna meraih derajat doktor Bidang Pengkajian Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa UGM. Dengan didampingi tim promotor Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc, Prof. Dr. R. M. Soedarsono dan Prof. Dr. Soetarno, D.E.A, promovendus mempertahankan desertasi “Wanda Wayang Purwa Tokoh Pandawa Gaya Surakarta Kajian Bentuk, Fungsi dan Pertunjukan”.
Menurut Bambang Suwarno, dalam hal penggunaan figur wayang beserta ragam wandanya sebagai penunjang keberhasilan sajian pakeliran, kebanyakan dalang-dalang muda hanya sebatas menirukan penerapan pilihan tokoh dan wandanya dalam pekeliran oleh dalang-dalang senior yang diidolakannya. Hal ini berakibat konsep mungguh dan nuksma dalam penggunaan wanda wayang yang berkaitan dengan pakeliran tidak terwujud.
Bambang berpandangan wanda wayang ditinjau dari perspekstif kreativitas memiliki peranan penting untuk pemecah masalah, menjaga daya saing dan mendorong inovasi baru dalam dunia pakeliran. Sementara dari sudut pandang estetika, wanda wayang memperlihatkan peran penting dalam pakeliran, karena dalam wanda wayang terdapat kode-kode yang membantu dalang mencapai pakeliran yang nuksma dan mungguh yang meliputi kode tentang sabet, antawacana, sanggit dan lakon serta karawitan pakeliran.
“Ciri-ciri dan perbedaan wanda wayang tradisi Karaton dan luar Karaton dapat dikenali melalui serangkaian parameter ikonografi dan fisiognomi tertentu. Wanda-wanda tradisi Karaton dikenali lewat keterangan tertulis baik yang terdapat dalam fisik wayangnya sendiri atau dalam buku-buku yang terkait, sementara cara mengenali wanda Pandawa dalam tradisi luar Karaton kebanyakan berupa interpretasi terhadap sumber-sumber visual dengan mengandalkan pengenalan terhadap parameter corekan yang paling menonjol atau tradisi lisan yang diturunkan dari dalang-dalang pendahulunya”, katanya. (Humas UGM/ Agung)