Maraknya pemberitaan kasus-kasus dugaan malpraktik medis baik di media massa maupun elektronik meningkat 7 tahun terakhir ini. Efek dari tuntutan malpraktik medis ini akan menimbulkan kerugian baik bagi dokter maupun rumah sakit. Pasien atau keluarga pasien akan meminta pertanggungjawaban atas kerugian yang terjadi baik secara materiil maupun imateriil.
“Citra dokter dan rumah sakit jadi terpuruk. Selain itu kerugian materiil dan imateriil akibat tuntutan perdata di pengadilan menelan biaya sangat besar,”papar dr. A.Anwari H.Kertahusada., Sp.KFR.,MARS.,MHKES.,SH. pada ujian terbuka program doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, Selasa (28/4) di FK UGM.
Sayangnya, sampai sekarang pemerintah belum mengetahui akar permasalahan yang menyebabkan dokter melanggar disiplin kedokteran atau hukum. Meskipun Fakultas Kedokteran, program pendidikan dokter spesialis dan PD IBI melalui MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) sudah berusaha membentuk dokter-dokter yang baik melalui pembelajaran bioetika kedokteran yang tertuang dalam KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) namun belum optimal dalam penerapannya.
“Penelitian ini berusaha mempelajari dan membuktikan pelanggaran bioetika kedokteran dalam KODEKI sebagai pemicu terjadinya malpraktik medis atau pelanggaran kedokteran,”papar dokter penanggungjawab Klinik Kertamedika Bintaro itu.
Dalam disertasinya berjudul “Pelanggaran Etika Kedokteran dalam Hubungan dengan Pelanggaran Disiplin dan Hukum”, Anwari menjelaskan bahwa metode yang digunakan dalam penelitiannya ini menggunakan studi kasus, yaitu kasus-kasus pengaduan malpraktik medis yang masuk ke MKDKI periode 2006-2012.
Dari 136 kasus atau 219 responden yang diadukan ke MKDKI pada tahun 2006-2012 terbukti 66,4% (75 kasus) atau 62,8% (93 responden) melanggar etika kedokteran dan melanggar disiplin kedokteran. Selain itu terdapat hubungan antara pelanggaran etika kedokteran dengan pelanggaran disiplin kedokteran atau hukum.
“Dokter yang patuh dan taat pada kaidah dasar etika kedokteran dalam melaksanakan praktik kedokterannya kemungkinan akan terlindungi atau terhindar 58,34 kali dari risiko pengaduan dan dakwaan malpraktik medis,” terang Anwari.
Penelitian Anwari juga menjelaskan bahwa komunikasi tidak efektif dengan pasien merupakan pelanggaran etika medis autonomy dan etika klinis patient preference yang merupakan pemicu utama dokter diadukan dengan dugaan malpraktik medis. Beberapa persoalan yang diadukan ke MKDKI adalah komunikasi dengan pasien, ingkar janji, penelantaran, pembiayaan, standar pelayanan, kasus rumah tangga, kompetensi dan iklan.
“Kepatuhan dan ketaatan melaksanakan kaidah dasar etika kedokteran merupakan alat pelindung bagi dokter agar terhindar dari pengaduan dan dakwaan malpraktik medis,” pungkasnya (Humas UGM/Satria)