Pembangunan peternakan ayam di Indonesia erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi hewani di dalam negeri. Serangan AI (avian influenza) diprediksi memberi dampak yang cukup besar terutama terhadap kemampuan produksi guna memenuhi kebutuhan konsumsi. AI menyebabkan kematian yang tinggi pada ayam yang terinfeksi.
“Program pencegahan AI yang telah dirancang dengan baik belum tentu dapat diterapkan sepenuhnya oleh peternak. Pengetahuan peternak terhadap gejala klinis penyakit AI masih sangat rendah,”papar Yusmi Nur Wakhidati, pada ujian terbuka doktor Program Pascasarjana Fakultas Pertanian UGM, Kamis (30/2).
Dalam disertasinya berjudul “Pengaruh Pencegahan Avian Influenza Terhadap Usaha Ternak dan preferensi Risiko Peternak Ayam di Wilayah Banyuman”, Yusmi mengatakan pengetahuan peternak yang kurang memadai mengenai penyakit AI menyebabkan peternak tidak selalu menerapkan biosekuritas pada usahanya. Pengetahuan peternak yang beragam, tidak hanya pada pemahaman mengenai penyakit AI, tetapi juga berhubungan dengan alokasi input produksi.
“Usaha peternakan ayam ras baik ayam pedaging maupun petelur memiliki tingkat risiko yang tinggi,”ujar dosen di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) tersebut.
Penelitian Yusmi dilakukan di Banyumas dan Purbalingga. Responden dalam penelitian ini adalah peternak ayam ras pedaging dan petelur. Populasi peternak di lokasi penelitian berjumlah 142 peternak ayam ras pedaging dan 67 peternak ayam ras petelur.
Peternak ayam pedaging dikelompokkan menjadi empat tipe. Pertama, peternak ayam pedaging yang usahanya pernah terkena AI dan kemudian melakukan pencegahan AI. Kedua, peternak yang usahanya pernah terkena AI dan kemudian tidak melakukan usaha pencegahan AI. Ketiga, peternak yang usahanya tidak pernah terkena AI dan melakukan pencegahan. Keempat, peternak yang tidak terkena AI dan tidak melakukan pencegahan AI.
Berdasarkan hasil penelitiannya pengaruh penanganan AI terhadap produksi, keuntungan, risiko, efisiensi dan preferensi risiko pada usaha peternakan ayam ras di wilayah Banyumas menunjukkan bahwa produksi daging dan telur tertinggi dicapai oleh usaha ternak yang tidak terkena AI dan melakukan pencegahan AI.
“Pencegahan AI memang tidak berpengaruh langsung terhadap produksi, risiko dan efisiensi baik pada usaha ayam pedaging maupun petelur. Ini dari data yang diambil setelah kejadian AI,” kata Yusmi.
Ia berharap adanya pembinaan kepada peternak tentang pencegahan AI karena upaya pencegahan itu bukanlah untuk meningkatkan keuntungan peternak secara langsung melainkan untuk mengurangi kerugian peternak jika terkena AI. (Humas UGM/Satria)