Kanker payudara merupakan masalah kesehatan utama perempuan di seluruh dunia. Laporan International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012 menunjukkan kanker payudara menempati urutan pertama kanker pada wanita di dunia, dengan 1,7 juta perempuan terdiagnosa kanker payudara dan 6,3 juta perempuan dengan kanker payudara lainnya diperkirakan dapat bertahan hidup hingga 5 tahun.
Sejak tahun 2008 diperkirakan insiden kanker payudara meningkat lebih dari 20 persen, sementara angka kematian meningkat 14 persen. Data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, menyebut kanker payudara di Indonesia merupakan penyakit kanker dengan persentase kasus baru sebesar 43,3 persen dan kematian akibat kanker payudara sebesar 12,9 persen.
“Selama 4 tahun terakhir, 2010-2013 kanker payudara merupakan penyakit terbanyak di RS Kanker Dharmais. Jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat kanker ini terus meningkat. Penanganannya semkain kompleks karena payudara stadium lanjut lokal menduduki tempat teratas di Indonesia. Salah sat permasalahan kanker payudara yang memerlukan penanganan multi disiplin secara terpadu pada fase paliatif, adalah terjadinya metastase penjalaran sel kanker kebawah kulit yang akan membentuk lesi berupa luka kanker, malignant fungating wound,” ujar Kemala Rita Wahidi, S.Kp, Sp.Onk, ETN, MARS, di Fakultas Kedokteran UGM, Senin (4/5).
Ketua Komite Keperawatan RS Kanker Dharmais menyatakan hal itu saat menjalani ujian terbuka Program Doktor Bidang Ilmu Kedokteran dan Kesehatan FK UGM. Dalam ujiannya Kepala Bidang Keperawatan RS Dharmais 2002-2010, ini mempertahankan desertasi “Efektivitas Perawatan Luka Kanker Payudara Menggunakan Formula Tipikal Inovatif dan Terapi Standar terhadap Respon Biopsikososiospiritual di Rumah Sakit Kanker Dharmais” dengan bertindak selaku promotor Prof. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D dan Prof. Dra. Elly Nurachmah, DN.Sc.
Di Indonesia secara keseluruhan, menurut Kemala, belum didapat angka insidensi luka kanker yang pasti. Meski begitu, hasil survei perawat paliatif RS kanker Dharmais tahun 2005 ditemukan 21 persen pasien dengan luka kanker. Di Poliklinik Perawatan Luka dan Stoma RS Kanker Dharmais periode 2008-2012 lebih dari 70 persen pasien yang menjalani perawatan luka adalah pasien luka kanker payudara.
Menurut Kemala, penemuan kanker yang disertai luka kronis memiliki masalah yang kompleks dalam penanganannya karena kondisi pasien kanker payudara dengan luka bukan saja terkait masalah fisik (fisiologis), namun yang tidak kalah penting adalah masalah respon psikologis yang memerlukan penanganan secara khusus. Sebab kompleksnya permasalahan fisik maupun psikososospiritual lainnya jika tidak ditangani secara komprehensif akan menurunkan kualitas hidup pasien yang mungkin hanya tinggal beberapa minggu sampai beberapa bulan lagi.
“Hingga kini, di Indonesia belum banyak penelitian tentang perawatan luka kanker payudara yang dilakukan untuk memperoleh metode yang paling efektif dan tepat dalam mengatasi respon biopsikososiospiritual yang timbul,” tuturnya.
Dari penelitian yang dilakukannya, Kemala berkesimpulan masalah penanganan luka kanker merupakan masalah yang sulit dan kompleks, baik terkait dengan masalah fisik maupun masalah psikososial yang timbul karena luka kanker pada umumnya terjadi pada penyakit kanker yang sudah berada pada stadium lanjut.
“Pada kondisi ini luka kanker sulit untuk sembuh, karena itu perawatan luka kanker payudara menggunakan formula topikal inovatif (FTI) dinilai bermanfaat untuk mengurangi jumlah dan jenis bakteri, mengurangi malodor, eksudat, perdarahan dan nyeri serta mengurangi gangguan persepsi psikososiospiritual lainnya,” ujarnya.
Penelitian Kemala menunjukkan pula setelah dilakukan intervensi FTI dan Formula Topikal Standar (FTS) terjadi penurunan jumlah bakteri yang cukup bermakna antara kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Intervensi yang diberikan mampu mengurangi dan menghilangkan permasalahan fisik terkait dengan simptom luka kanker serta mengurangi masalah psikososiospiritual yang timbul.
“Dalam upaya meningkatkan kenyamanan pasien untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik maka dengan dilaksanakannya perawatan luka kanker secara komprehensif memperlihatkan bahwa perawat telah memberikan sumbangsih untuk mengurangi penderitaan di ujung akhir kehidupan pasien dengan berkurang atau hilangnya malodor, eksudat, perdarahan, nyeri, gangguan depresi, gangguan konsep diri, gangguan gambaran diri, gangguan isolasi sosial serta gangguan aktivitas spiritual”, papar Kemala, perempuan kelahiran Payakumbuh, 4 Oktober 1958.
Untuk institusi pendidikan, Kemala berharap penelitiannnya dapat memperkenalkan pada mahasiswa keperawatan tentang kompleksnya asuhan perawatan luka kanker sejak dini. Bahwa sebaiknya perawatan luka kanker menjadi satu kompetensi khusus yang harus dicapai mahasiswa selama masa praktik profesi.
Disamping itu perawatan luka kanker sangat memberi penekanan pada asuhan komprehensif yang meliputi aspek biopsikosiospiritual. Karena itu metode pengajaran penerapan aspek biopsikososiospiritual seharusnya tidak hanya dalam bentuk pengajaran secara teoritis di kelas, namun juga praktek lapangan yang tidak hanya merawat aspek fisik namun juga penerapan asuhan yang meliputi biospikososiospiritual. (Humas UGM/ Agung)