Erupsi gunung Merapi pada tahun 2010 silam menimbulkan dampak di berbagai sektor, termasuk peternakan sapi perah. Dampak erupsi mengakibatkan para peternak sapi mengalami banyak kerugian karena banyak ternak yang mati terkena awan panas.
Siti Andarwati,S.Pt.,M.P., dosen Fakultas Peternakan UGM menyebutkan bahwa dampak erupsi Merapi telah mengakibatkan guncangan yang hebat bagi masyarakat yang tinggal di lereng selatan Merapi. Dampak tersebut meningkatkan persepsi peternak sapi perah yang tinggal di kawasan rawan bencana III dan II terhadap risiko bahaya Merapi. Kendati begitu, tidak sedikit peternak yang memiliki persepsi rendah terhadap risiko bencana. Seperti peternak di Dusun Kaliadem, dan Dusun Gondang Wetan Kecamatan Cangkringan yang kembali ke dusun mereka masing-masing pasca erupsi meskipun wilayah tersebut berisiko terkena erupsi.
Ternak sapi perah merupakan mata pencaharian pokok bagi sebagain besar peternak di lereng selatan gunung Merapi sehingga mendorong peternak kembali ke tempat tinggal semula. Sapi perah sebagai sumber penghasilan utama bagi keluarga yang menjamin keberlangsungan hidup peternak. “Aspek ekonomi dari usaha sapi perah mempengaruhi peternak untuk cenderung berkeinginan kembali ke dusun mereka setelah erupsi 2010 lalu,” jelasnya, Sabtu (9/5) saat menjalankan ujian terbuka program doktor di Sekolah Pascasarjana UGM.
Dalam kesempatan tersebut Siti mempertahankan disertasi berjudul “Persepsi Terhadap Risiko dan Strategi Mempertahankan Penghidupan Peternak Sapi Perah di Lereng Selatan Gunungapi Merapi Pasca Erupsi 2010” guna meraih gelar doktor dalam Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UGM. Dipromotori Prof.Dr.R.Rijanta,M.Sc., dan ko-promotor Dr.Ir.Rini Widati, M.S.
Siti mengatakan dalam menjalankan usaha sapi perah membutuhkan sumber pakan yang cukup terutama pakan hijauan. Sumber pakan tersebut biasanya didapatkan di daerah sekitar tempat tingal para peternak. Sehingga saat peternak harus mengungsi dan tinggal di lokasi baru menjadi kendala baru bagi peternak dalam memperoleh pakan hijauan. “Jarak yang jauh antara kandang sapi di lokasi pengungsian dengan seumber pakan dan tempat tinggal mereka juga menjadi penyebab peternak ingin kembali ke dusun mereka,” ujarnya sembari menambahkan faktor pendidikan, budaya, dan informasi turut berpengaruh terhadap keinginan peternak kembali ke lokasi mereka semula.
Lebih lanjut disampaikan Siti, terdapat sembilan strategi yang dipilih peternak sapi perah dalam mempertahankan sumber penghidupan mereka. Diantaranya dengan mengkombinasikan pemanfaatan aset finanial, fisik, dan sumber daya alam dengan mempertahankan usaha sapi perah, mengkombinasikan pemanfaatan aset fisik dan sosial, akses sosial, serta diversifikasi usaha, pemanfaatan akses sosial, dan pemanfaatan bantuan dan akses sosial secara timbal balik. Berikutnya, pemanfaatan liquid aset dan modal sosial, mengkombinasikan faktor psikologis dengan pemanfaatan akses sosial dan finansial, pemanfaatan aset dan akses finansial serta penggunaan waktu jeda, pemanfaatan modal sosial, dan diversifikasi usaha peternakan.
Peternakan sapi perah, kata dia, menjadi pilihan strategi paling dominan bagi peternak sapi di lereng selatan Merapi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan peternak bertahan terhadap erusi Merapi, meskipun memerlukan waktu jeda. “Peternakan sudah diadopsi masyarakat sekitar Merapi secara turun temurun dan relatif tidak merusak sumber daya alam,”jelasnya.
Siti merekomendasi peternak di kawasa rawan bencana III yakni dusun Kaliadem untuk tetap mempertahankan usaha sapi pera di kandang relokasi yang terletak di dusun Sabrang Wetan. Namun dengan prasyarat ada perbaikan sarana transportasi jalan. “Jika dimungkinkan ada pemindahan lokasi kandang kelompok yang lebih dekat dengan pemukiman warga sekarang untuk mengurangi keinginan kembali ke lokasi bencana sebagai tempat beternak,” tandasnya.
Menurutnya, lokasi dusun yang terkena erupsi cukup dijadikan sebagai lahan pertanian untuk mendukung ketersediaan pakan ternak dan diversifikasi sumber pendapatan, bukan sebagai tempat tinggal. Selain itu melakukan diversifikasi usaha berbais keunggulan lokal yang dapat menjamin keberlanjutan penghidupan. “Untuk peternak dudun Gondnag Wetan bisa tetap beternak di lokasi semula dengan lebih intensif dan mempertahankan kesiapsiagaan terhadap risiko dan status Merapi,” tegasnya. (Humas UGM/Ika)