Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan. Di tahun 2022, Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan melalui World Giving Index yang dirilis oleh Charities Aid Foundation dengan skor rata-rata tertinggi yakni 68% dari tiga indikator: menolong orang asing (58%), donasi uang (84%), dan aktif dalam kegiatan kerelawanan (63%).
Health Marketing and Health Philanthropy Consultant di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Universitas Gadjah Mada, Dr. dr. Jodi Visnu, M.P.H., menyatakan pencapaian ini merupakan yang kelima kalinya secara berturut-turut dalam lima tahun terakhir. Pencapaian ini tentunya membuktikan bahwa konsep filantropi di Indonesia sejak dahulu telah membudi daya lewat kultur gotong royong dan kerap mengilhami berbagai negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
“Pasca pandemi Indonesia kembali menggeliat dengan aktivitas pembangunan dan bila merujuk tiga tahun silam tatkala awal pandemi melanda, banyak ditemukan bantuan eksternal dari sektor swasta yang bersifat fleksibel dan cepat serta mampu mencapai area yang paling terdampak, tanpa melalui skema birokrasi pemerintah,” ujarnya di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, Selasa (10/10).
Jodi mengakui pemerintah sesungguhnya juga membutuhkan uluran tangan pihak eksternal sebagai komplemen atas usaha yang dilakukan dalam penanganan bencana, baik bencana alam maupun non-alam. Tak hanya berupa dana yang diberikan melalui bantuan kemanusiaan dari high-net-worth individu, akan tetapi donasi dari komunitas melalui berbagai platform urun dana yang bisa dimanfaatkan untuk membantu banyak pihak dalam menghadapi bencana.
Jodi menyebut pada masa pandemi Covid-19, filantropi yang dilakukan melalui zakat sangat tinggi. Kegiatan-kegiatan filantropi pun diharapkan tidak hanya berhenti sampai di situ, namun bisa berkesinambungan. Karenanya salah satu yang dibidik adalah generasi Z. Generasi yang mulai melakukan kegiatan filantropis dengan menyisihkan uang saku mereka untuk kegiatan filantropi.
“Hasilnya, saat ini, banyak generasi Z yang sudah melakukan kegiatan filantropi yang disisipkan dari uang saku mereka, misalnya donasi minimal 10 ribu rupiah,” katanya.
Shita Listya Dewi dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM menambahkan soal pembiayaan kesehatan tidak bisa melepaskan tanggung jawab pembiayaannya pada negara. Kemampuan pembiayaan kesehatan dari negara ada batasnya sehingga pembelanjaan untuk sektor kesehatan yang selama ini oleh BPJS Kesehatan, APBN atau APBD tetap tidak akan mungkin mencukupi. Oleh karena itu, Permenkes yang mengatur tentang kemitraan pemerintah dan swasta perlu mendorong untuk mencari pembiyaan-pembiayaan komplementer, dan salah satunya melalui filantropi kesehatan.
“”Untuk mencapai kesinambungan, para filantropos baik individu maupun organisasi perlu dilibatkan dalam perencanaan. Tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di pedalaman yang juga sangat membutuhkan,” katanya.
Tanpa pelibatan organisasi filantropi dari awal maka kecil kemungkinan bisa melibatkan mereka dalam pembiayaan bidang kesehatan. Untuk itu, diperlukan regulasi atau peninjauan kembali Permensos tahun 1961 yang mengatur soal pengumpulan barang dan uang.
Menurut Shita menyoroti pentingnya kebijakan lain terkait kemauan memberikan donasi karena selama ini kurang didorong. Salah satu yang perlu diperhatika filantropi-filantropi kesehatan belum mendapatkan kemudahan dalam insentif pajak. Insentif pajak yang dimaksud baik bagi pemberi dalam hal sebagai pengurang pajaknya dan juga insentif pajak untuk penerima yayasan atau organisasi filantropi.
“Hal inilah yang menjadikan para donator atau filantropis kesehatan kurang bertumbuh subur,” katanya.
Untuk membahas persoalan-persoalan tersebut, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan Forum Nasional IV Filantropi Kesehatan yang diselenggarakan secara hybrid selama dua hari, 10-11 Oktober 2023. Forum Nasional IV Filantropi Kesehatan kali ini mengambil topik Implementasi Semangat Kedermawanan di Sektor Kesehatan: Investasi sosial dan filantropi yang berkelanjutan untuk pemerataan layanan kesehatan dan peningkatan kualitas hidup.
Penulis : Agung Nugroho