Bertepatan sehari setelah Hari Kartini, Sekretariat Universitas membawahi bagian Humas Protokol dan Pemberitaan UGM mengadakan Sekolah Wartawan yang mengulas tema “Pemberdayaan Perempuan versus Kesetaraan Gender” pada Senin (22/4), di ruang Fortakgama, Kantor Pusat UGM. Sekitar puluhan jurnalis yang bertugas di Yogyakarta menghadiri kelas singkat dengan narasumber Kepala Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Gadjah Mada, Widya Nayati, M.A., Ph.D. Kegiatan Sekolah Wartawan ini rutin diadakan setiap bulan sekali yang diperuntukan untuk para jurnalis agar bisa menambah wawasan dan pengetahuan mereka dalam peliputan dengan isu-isu terkini.
Dalam pemaparannya, Widya selaku Dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM ini bercerita tentang pengalamannya yang banyak mengelilingi daerah 3T dan mendampingi mahasiswa KKN di berbagai daerah di Indonesia. Namun dalam beberapa tahun terakhir ia justru lebih menghabiskan waktu melakukan pengabdian di pulau Alor dan di pulau Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu pulau paling selatan di kepulauan Indonesia.
Menurut Widya, selama berada di lokasi ia sudah terbiasa menghadapi situasi sulit mendapatkan air atau tidak mandi dalam beberapa hari hanya untuk menghemat air yang sudah dijatah oleh pemerintah desa setempat. Bahkan ia selalu diajak ikut dalam pesta desa menikmati nasi jagung bersama para perempuan desa yang umumnya hidup miskin dengan kondisi tanah yang gersang.
Saat mendampingi mahasiswa KKN, ia ikut mengedukasi dan memberdayakan kaum perempuan di desa terpencil tersebut. Ia juga mengajak ibu rumah tangga bisa menghasilkan produk UMKM yang bisa dijual ke wisatawan yang berkunjung ke objek wisata tebing bebatuan eksotis yang ada di pulau tersebut. “Memang tidak mudah, tapi terus kita lakukan setiap penerjunan mahasiswa KKN,” katanya
Ia bersama tim juga ikut terlibat meningkatkan derajat kesehatan dan ekonomi warga yang terkena dampak pandemi Covid-19 dan bencana badai seroja. Beberapa pencapaiannya meliputi pengolahan air hujan menjadi air alkali dan air basa, Waste Edu Center Rai Hawu, pemanfaatan sumber daya alam hayati, pengembangan sains dan teknologi, dsb.
Di Kabupaten tersebut, telah terjadi tren penurunan pada angka perkawinan anak menjadi 8,06% di tahun 2022 dari 10,82% di tahun 2018. Bagi Widya memberdayakan perempuan juga berarti melakukan pemberdayaan pada seluruh anggota keluarganya. Bagi mereka yang ingin melakukan pengabdian, menurut Widya, harus melepaskan sifat subjektif dan keegoisannya dengan ikut menyelami kehidupan masyarakat secara langsung. “Saya rasa penting untuk mengosongkan diri, gunakan bahasa dan persepsi mereka, jangan mengikuti kemauan diri sendiri,” imbuh Widya.
Sehubungan program pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kata Widya, PSW UGM bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) terus melakukan kajian untuk memberikan informasi, masukan maupun rekomendasi kepada pemerintah daerah, KemenPPPA, serta kepada masyarakat luas.
Widya berpendapat, pendekatan holistik sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan, yang tidak hanya berdampak pada individu perempuan itu sendiri, tetapi juga pada keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. “Dengan memberdayakan perempuan secara menyeluruh, akan tercipta kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga masyarakat dapat berkembang,” katanya.
Penulis: Dita
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Donnie