Beredar kabar di media sosial video di facebook tentang beras dibuat dari bahan plastik mengepalkan nasi menjadi bulatan sebesar bola ping-pong. Sembari menunggu kepalan nasi usai, rekaman video berpindah, menyorot nama rumah makan yang tertera di kotak nasi. Si perempuan lalu melempar bola nasi dan memantul. Mereka pun ribut, menduga nasi itu terbuat dari beras plastik.
Beberapa pemberitaan lain pun ramai menyampaikan soal yang sama menyangkut beredarnya beras sintetis di tengah masyarakat. Berita-berita tersebut tentunya menimbulkan rasa khawatir dan meresahkan masyarakat. Lantas apa kata pakar soal ini?
Nanung Danar Dono, S.Pt., M.Sc., Ph.D, Wakil Ketua Halal Center Universitas Gadjah Mada, memberikan klarifikasi soal ini. Dengan klarifikasi ini ia berharap beberapa pemberitaan tidak lagi meresahkan dan menambah literasi di masyarakat.
Terkait pemberitaan dan video tentang beras (konsumsi) palsu yang terbuat dari plastik adalah informasi bohong alias hoax. Jika hal itu sebagai informasi benar maka saat beras dari plastik dikukus mustahil bisa mengembang atau berubah wujud menjadi nasi.
Menurutnya, polimer plastik saat dipanaskan atau dikukus hanya akan berubah jadi plastik panas. Bahkan, jika terlalu panas ia akan mengkerut atau mengkeret, bukan malah mengembang.
“Begitu pula dengan beras plastik komersial. Jika memang benar ada, maka saat dipanaskan ia hanya akan berubah menjadi beras plastik panas, bukan berubah menjadi nasi,” ujarnya di Kampus UGM, Rabu (11/10).
Nanung menyampaikan jika ada orang yang membuat video menggenggam nasi lantas dibentuk bola padat lalu bisa memantul saat dilempar, maka hal itu bukan berarti mengindikasikan nasi tersebut terbuat dari plastik. Namun, nasi tersebut mengindikasikan memiliki kandungan non-starch polysaccharides (NSP) atau karbohidrat non-patinya tinggi.
Terutama pada kandungan amilopektin dan amilosa. Contoh jenis beras yang memiliki kandungan amilopektin dan amilosa tinggi adalah beras ketan atau glutten rice atau stiky rice.
“Itulah sebabnya mengapa lemper itu saat digigit sangat liat berbeda dengan arem-arem yang terbuat dari beras biasa,” terangnya.
Nanung menjelaskan industri nasi palsu, telur palsu, ikan (tempura) palsu, kobis palsu, sayur palsu sesungguhnya memang ada di Jepang dan di China. Meski begitu produk-produk tersebut sebatas sebagai bahan displai menu masakan di depan restauran siap saji dan bukan untuk dikonsumsi. Di Jepang, China atau Thailand banyak ditemui restauran-restauran yang memajang menu masakannya dengan produk-produk semacam itu.
“Sekali lagi, itu sekedar untuk contoh berbagai menu yang dijual, bukan untuk dikonsumsi pembelinya,” ucapnya.
Oleh karena itu, sangat bijaksana jika netizen atau masyarakat di Indonesia membiasakan diri mencari klarifikasi kebenaran (tabayyun) sebuah berita yang mungkin sedang viral di media sosial. Ia menyarankan masyarakat atau netizen bisa membiasakan double check untuk sebuah informasi yang tengah viral.
“Ini penting agar kita tidak membuat gaduh dan tidak ikut menyebarkan kebohongan ke publik (masyarakat). Mestinya pantang bagi kita membuat atau ikut-ikutan menyebarkan berita bohong di media sosial, atau dimana pun kita berada,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Freepik.com