Gudang peluru Yon Armed 7/105 GS di Bantar Gebang, Bekasi meledak dan terbakar hebat pada hari Sabtu (30/3). Akibat ledakan hebat membuat granat-granat terlempar hingga ke rumah-rumah warga.
Menurut pengamat pertahanan dan Ketua Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si. terbakarnya gudang peluru Yon Armed 7/105 GS di Bantar Gebang, Bekasi menjadi perhatian pemerintah terkait perkembangan kota yang terus terjadi. Menurutnya, pemerintah sudah seharusnya melakukan peninjauan ulang terhadap obyek-obyek vital negara terlebih yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan.
“Kalau kita lihat kan sebenarnya persoalan instalasi-instalasi militer yang bersifat objek vital dan strategis itu kan dulu memang sebenarnya sudah jauh dari luar kota. Tetapi perkembangan kota yang lebih cepat menjadikan tata ruang kota ini perlu secara berkala ditinjau ulang,” ujarnya di Program Studi Ketahanan Nasional, Gedung PAU-Pascasarjana UGM, Selasa (2/4).
Armaidy berpandangan setiap akan terjadi pengembangan pada suatu wilayah idealnya harus merujuk kondisi wilayah terlebih jika di wilayah tersebut terdapat instalasi-instalasi militer yang menjadikan daerah tersebut sesungguhnya merupakan daerah terlarang. Bagi pengembang tata kota yang ingin masuk sudah seharusnya mempertimbangkan hal itu.
Setidaknya para pengembang melakukan negosiasi menyangkut keselamatan. Karena bagaimanapun keselamatan lebih dari segalanya, baik untuk instalasi militer maupun masyarakat sipil lainnya. Banyak kasus terjadi ketika tata ruang militer kadang kala tertinggal oleh perkembangan tata ruang sipil.
“Nah, yang kemarin itu kan sebenarnya tidak mungkin terjadi apabila sebelum orang melakukan pengembangan tata ruang sipil berkoordinasi dengan militer. Dalam hal tata ruang ini, kan fungsi pemerintah daerah sebenarnya ada dua yaitu menjalankan fungsi keamanan dan kesejahteraan,” terangnya.
Idealnya pihak sipil harus juga tahu tentang persoalan militer demikian pula sebaliknya. Gudang peluru Yon Armed 7/105 GS diingat betul dahulunya berada di daerah Tebet, Jakarta Timur. Sebagai bangunan gudang peluru pertama kali di Jakarta pada akhirnya harus menyingkir.
Berbagai peristiwa serupa juga pernah terjadi di obyek-obyek vital milik negara lainnya. Seperti terbakarnya obyek Pertamina di Plumpang dan lain-lain, dan peristiwa-peristiwa tersebut tentunya menuntut adanya koordinasi yang baik antara tata ruang instalasi militer, tata ruang sipil dengan mengingat cepatnya pengembangan kota-kota urban.
“Harus ada pemahaman terhadap obyek-obyek, segala rambu-rambu harusnya orang sipil juga tahu. Orang sekitar juga harus tahu bahwa itu daerah terlarang atau restriksi, tidak sembarangan orang. Penjagaan juga harus rutin karena menyangkut menyangkut keselamatan orang banyak. Jadi betul-betul harus dijaga dengan baik artinya kontrol terhadap instalasi itu sendiri,” ungkapnya.
Menurut Armaidy, pihak militer juga sudah seharusnya melakukan evaluasi berkala terhadap instalasi yang dimiliki. Evaluasi bisa dilakukan untuk bahan-bahan atau amunisi dan lain-lain yang sudah kadaluwarsa, dan jika perlu melakukan pemusnahan sesuai dengan Prosedur Operasional Standar (POS) yang ada.
Hal lain yang perlu diperhitungkan adanya perubahan cuaca ekstrim saat ini. Hal-hal semacam ini tentunya tidak pernah diperhitungkan sebelumnya, dan bahan-bahan tiba-tiba meledak yang dimungkinkan suhu yang ekstrim.
“Bisa jadi seperti itu ya, kalau kita berpikir tidak ada sabotase atau apa gitu, tetapi alat itu kan merupakan bahan kimia luar biasa. Bahan amunisi itu kan sedemikian rupa, komposisi bahan-bahan kimianya sehingga harus di kontrol. Apalagi akhir-akhir ini suhu bisa mencapai 35 derajat,” terangnya.
Agar tidak sering terjadi, Armaidy berpendapat sudah saatnya melakukan audit terhadap keberadaan penyimpanan persenjataan dan amunisi dengan segala macam POSnya secara teratur dan berkala. Terbakarnya gudang amunisi ini, menurutnya menjadi momen kesungguhan dalam evaluasi mengingat tidak menampik kenyataan Indonesia juga memiliki gudang penyimpanan rudal.
“Ini masih untung amunisi, bagaimana kalau rudal. Saya tidak mau mengatakan di mana tempatnya. Di Indonesia ada dan itu harus menjadi menjadi peringatan bagi lokasi-lokasi penyimpanan rudal baik yang ada di lingkungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,” ucapnya.
Sekali lagi, ia menyampaikan kelemahan terletak pada evaluasi atau monitoring sesuai POS. Kelemahan bidang pengawasan ini sering terjadi di kalangan sipil maupun militer. Terdapat keengganan bertindak tegas terhadap pembangunan tata ruang kota dan ruang untuk alat-alat vital negara.
“Artinya proyeksi pengembangan tata ruang kota harus selalu diperhatikan. Sudah saatnya semua taat dengan POS yang ada supaya tidak saling menyalahkan. Semua rugi kalau instalasi militer yang berbahaya terjadi kecelakaan. Kita bisa melihat dan belajar pangkalan-pangkalan militer di luar negeri. Itu sangat jauh dari pemukiman dan dengan tegas tidak boleh pengembangan pengembangan area urban itu dilakukan di situ dan masyarakat sipil taat,” imbuhnya.
Penulis: Agung Nugroho
Foto: Warta Kota-Tribunnews.com