Prof. Drs. Projo Danoedoro, M.Sc., Ph.D, dosen Fakultas Geografi UGM, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Penginderaan Jauh untuk Ekologi Bentanglahan. Menekuni bidang ilmu penginderaan jauh selama 40 tahun, dalam pengukuhannya ia pun menyampaikan orasi berjudul Penginderaan Jauh: Posisi, Paradigma dan Pemodelannya untuk Ekologi Bentanglahan.
Ada dua alasan ekologi bentanglahan dalam perspektif penginderaan jauh yang diangkat sebagai topik pidato pengukuhan. Pertama, kajian ekologi bentanglahan pada dasarnya banyak berimpit dengan kajian geografi dimana interaksi organisme (terutama manusia) dengan lingkungan menjadi fokus utama.
“Pendapat Hadisumarmo dan Bintarto tahun 1979 menegaskan bahwa geografi merupakan ilmu yang berorientasi pada masalah dalam kerangka interaksi manusia dengan lingkungannya. Alasan kedua, penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) saat ini merupakan alat analisis utama dalam kajian bentanglahan secara spasial pada berbagai skala,” ujar Projo Danoedoro di Balai Senat UGM, Selasa (13/2).
Projo Danoedoro menyebut di era modern saat ini banyak aktivitas terkait dengan kajian bentanglahan sehingga sangat memerlukan penginderaan jauh karena kajian tersebut biasanya mencakup area yang luas dan menuntut ketersediaan peta berbagai fenomena lingkungan dalam waktu yang relatif singkat. Seiring dengan perkembangan zaman maka penginderaan jauh terus meningkat kecanggihannya dengan berbagai wahana perolehan, karakteristik sensor, wilayah spektral panjang gelombang, dan juga cara analisisnya.
Wahana perolehan pun telah berkembang dari balon udara ke pesawat udara, kemudian satelit, dan sekarang siapapun bisa menyaksikan penggunaan berbagai jenis dan ukuran unmanned aerial vehicle (UAV) atau drone yang dipasangi beragam sensor. Tidak hanya itu, teknologi satelit pun telah berkembang dari satelit tunggal multisensory ke konstelasi satelit. Analisis citra pun berkembang dari interpretasi visual ke penggunaan komputer mainframe, komputer mini, desktop, ke jaringan dan kemudian cloud computing.
“Data yang dianalisis tak lagi mengandalkan citra tunggal melainkan citra multisensory dan bahkan diintegrasikan dengan data spasial lain dalam ukuran big data,” katanya.
Dalam kajian bentanglahan, Danoedoro mengakui di balik itu semua penginderaan jauh pada umumnya menggunakan pendekatan-pendekatan yang sifatnya dikotomis. Setidaknya terdapat empat model dikotomi pendekatan dalam penginderaan jauh yang sampai sekarang masih terus digunakan.
Keempat dikotomi tersebut adalah pendekatan kunci foto versus pendekatan ekologi bentanglahan, pendekatan holistik versus pendekatan reduksionistik, pendekatan per-piksel versus pendekatan berbasis objek, dan pendekatan algoritmik versus pendekatan heuristik. Dalam kajian ekologi bentanglahan tentu saja pendekatan kunci foto kurang dapat diandalkan karena proses analisis dan interprestasi tidak mempertimbangkan konteks berupa lokasi atau situs dan asosiasi dengan objek lain.
“Sesuai namanya, pendekatan ekologi bentanglahan dalam hal ini lebih sesuai,” terang Danoedoro.
Dia menjelaskan pendekatan holistik murni menggunakan penginderaan jauh dan bertumpu pada interpretasi visual dimana satuan-satuan lahan didefinisikan terlebih dahulu, dan kemudian karakteristik atau atribut bentanglahan diturunkan secara deduktif dari setiap satuan yang telah didefinisikan sebelumnya. Di sisi lain, pendekatan reduksionistik memecah informasi bentanglahan yang kompleks ke dalam peta-peta tematik dan selanjutnya dianalisis melalui tumpangsusun sehingga satuan lahan muncul sebagai konsekuensi logis dari proses tumpangsusun.
“Dengan kata lain, pendekatan holistik lebih bercorak penginderaan jauh, sementara pendekatan reduksionistik lebih diwarnai oleh SIG,” paparnya.
Danoedoro lebih lanjut menyatakan pendekatan per-piksel hingga saat ini masih dapat diandalkan dalam pemodelan biofisik bentanglahan meskipun wujudnya bisa berupa klasifikasi multismultispectralhana, transformasi spectral, maupun klasifikasi berbasis machine learning. Sedangkan pendekatan algoritmik pada penggunaan perangkat lunak pengolahan citra (dan SIG) dewasa ini, diakuinya mulai digeser oleh pendekatan heuristik yang lebih berorientasi pada pemecahan masalah dan penyusunan strategi kompleks dalam kajian ekologi bentanglahan.
Penulis : Agung Nugroho
Fotografer : Donnie