Sejumlah program monumental dilakukan mahasiswa KKN-PPM UGM saat melakukan pengabdian masyarakat di Raja Ampat. Selain menanam 100 Pohon Mangrove di Pesisir Pantai Distrik Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat, mereka melakukan pengibaran bendera Merah Putih di bawah laut Raja Ampat dalam rangka memperingati HUT ke-78 Kemerdekaan RI, dan menggelar Festival Budaya Teluk Mayalibit bertema Sa Papua, Sa Cinta Budaya.
Untuk kegiatan penanaman mangrove dilakukan mahasiswa KKN-PPM UGM di 2 wilayah yakni Kampung Warsambin dan Kampung Mumes. Penanaman Mangrove melibatkan 30 orang mahasiswa bersama masyarakat dan dinas terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Penanaman mangrove dilakukan sebagai upaya pelestarian dalam optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam lokal di wilayah Teluk Mayalibit. Diharapkan dengan penanaman pohon ini dapat membawa manfaat dalam menjaga ekosistem perairan antara pesisir dan laut yang ada di Kampung Mumes dan Warsambin karena kedua wilayah dinilai memiliki potensi besar di bidang pariwisata.
“Penanaman ini sebagai upaya untuk kelestarian mangrove di kampung Warsambin yang saat ini jumlahnya sudah mulai berkurang. Kita berharap dengan tanaman mangrove ini dapat meningkatkan wisatawan yang berkunjung dan bisa dimanfaatkan generasi hingga anak cucu nanti”,”ucap Jihan selaku penanggung jawab program penanaman mangrove, KKN sub-unit Warsambin.
Jihan menjelaskan sebelum melakukan kegiatan penanaman, beberapa anggota tim KKN-PPM UGM harus terjun secara langsung untuk belajar menanam dan mengambil bibit mangrove di Pulau Friwen, Waigeo Selatan. Hal itu dilakukan karena masyarakat di Pulau Friwen, Waigeo Selatan sudah terbiasa dan telah bersinergi dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam melakukan kegiatan pelestarian mangrove.
“Untuk mengambil 100 bibit mangrove, tim KKN-PPM UGM perlu menyusuri laut menggunakan perahu motor dengan waktu tempuh kurang lebih 2-3 jam. Ketersediaan 100 bibit mangrove di pulau Friwen adalah hasil dari kerja sama antara mahasiswa KKN dengan Kelompok Tani Mangrove Kampung Friwen,” ungkapnya.
Sedangkan untuk pengibaran bendera Merah Putih di bawah laut Raja Ampat dilakukan Tim KKN PPM UGM sebagai bentuk kegiatan unik dan berbeda dalam rangka memperingati HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia. Kegiatan ini merupakan pengalaman pertama mahasiswa KKN-PPM UGM Raja Ampat dalam memperingati HUT Republik Indonesia.
“Pengalaman ini saya rasa tidak akan terlupakan dan sangat bersyukur bisa melakukan pengibaran dan merasakan diving di laut Raja Ampat,” ucap Salma mahasiswa KKN-PPM UGM.
Salma menuturkan pengibaran bendera dilakukan pada hari Jumat (4/8). Diawali dengan perjalanan dari desa Mumes menuju Waisai dilanjutkan perjalanan laut menggunakan longboat ke Pulau Saonek. Pengibaran bendera bawah laut dilakukan menjelang sore hari dengan didampingi Rudi, seorang Dive Master lokal di Raja Ampat.
Salma menambahkan pengibaran bendera dapat dilakukan dengan baik meskipun arus di dalam laut cukup deras. Saat pengibaran, Tim KKN_PPM sempat melakukan fun dive sebentar, dan di dalam laut mereka menjumpai berbagai hewan dan tumbuhan laut yang beragam.
“Ada anemon laut, hard coral dan soft coral, hewan laut, hingga menemukan beberapa schooling fish. Sayang pengibaran dan fundive yang dilakukan tidak bisa lama-lama karena mengingat waktu yang sudah petang dan arus semakin kuat,” papar Salma menjelaskan.
Sebagai penutup rangkaian 50 hari pengabdian di Distrik Teluk Mayalibit, mahasiswa KKN-PPM UGM menggelar Festival Budaya Teluk Mayalibit dengan bertema “Sa Papua, Sa Cinta Budaya”. Tujuan penyelenggaraan festival ini untuk menghidupkan kembali budaya yang telah lama hilang di tengah masyarakat Raja Ampat.
Budaya yang dimaksud khususnya budaya tarian adat papua. Festival mengusung pertunjukan tarian dari 4 kampung besar yang ada di Distrik Teluk Mayalibit yaitu Kampung Warsambin, Mumes, Lapintol, dan Kali Tokodan. Diawali dengan arak-arakan oleh anak-anak dengan mengenakan baju adat Papua serta diiringi oleh suling tambur oleh pemuda setempat.
Festival dihadiri dan dibuka oleh Wakil Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, dengan memukul tifa dan tiupan triton. Wakil Bupati mengapresiasi inisiasi yang dilakukan oleh mahasiswa KKN-PPM UGM untuk menghidupkan kembali budaya dan adat istiadat masyarakat.
“Pembangunan Raja Ampat sendiri berpijak pada akar budaya dan tradisi yang kuat, yaitu mengangkat potensi dan kearifan lokal seperti adat budaya untuk menjawab tantangan industri wisata, dimana tidak hanya mengandalkan faktor keelokan alam, tapi juga kreatifitas dan keramahan masyarakat Raja Ampat,” tutur Orideko Burdam.
Tarian yang dipertunjukan dalam festival berupa tarian asli penduduk setempat (Suku Maya) maupun tarian papua seperti Yosim Pancar, Pangkur Sagu, dan Tumbello. Festival ditutup dengan tarian Yosim Pancar yang mengajak Wakil Bupati dan masyarakat menari bersama.
“Kita semua berharap agar festival budaya ini menjadi pintu gerbang kembalinya budaya masyarakat Raja Ampat,”harap Orideko Burdam.
Penulis : Agung Nugroho