Tak lama lagi Direktur Sumber Daya Manusia, Suadi, S.Pi., M.Agr.Sc., Ph.D akan menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar UGM. Termasuk deretan Guru Besar di usia muda, dirinya merasa bersyukur pada akhirnya turut bisa berproses meraih puncak jabatan akademik tertinggi di Universitas Gadjah Mada.
Meski mencapai gelar itu, ia berpandangan sebagai Guru Besar sebenarnya bisa dicapai oleh semua dosen karena jenjang karier dosen ujungnya adalah guru besar.
“Karier dosen itu memang ke situ. Jalurnya memang dari tenaga pengajar, Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Guru Besar. Jenjangnya memang itu dan pasti akan menuju capaian itu. Sehingga kebanggaan itu justru kalau saya melihatnya ada di karya-karya selanjutnya,” ujar Suadi di Kampus UGM, Jumat (15/12).
Sayangnya tidak sedikit dosen enggan mengurus kenaikan pangkat jabatan termasuk proses menjadi Guru Besar karena membayangkan banyak dan panjangnya proses administrasi yang diselesaikan. Banyak hal yang harus dipenuhi, termasuk administrasi yang relatif beragam. Sebagai contoh, publikasi tidak hanya dengan kriteria baik yang dimuat pada pada jurnal bereputasi, tetapi bukti proses komunikasi sebelum karya itu diterbitkan harus ada dan lengkap, dan itu dinilai sebagai syarat. .
“Bukti korespodensinya tidak pendek harus detail, ada komentar dari reviernya. Jadi itu proses komunikasi, dan harus terdokumentasi dengan baik. Kadang-kadang sebagian mengalami kesulitan karena sudah lama sekali tidak ngurus jabatan, sehingga menjadikan dosen males,” terangnya.
Memiliki pengalaman di struktural fakultas dan universitas memudahkannya memahami persoalan-persoalan yang dihadapi dosen dalam berkarier. Menjadi Wakil Dekan Bidang Keuangan, Sumber Daya Manusia dan Aset di Fakultas Pertanian UGM dan Direktur Sumber Daya Manusia UGM, Suadi menghadapi tantangan yang sama yaitu menjawab krisis Guru Besar di fakultas dan universitas sehingga menjawab masalah ini menjadi prioritas.
Dalam ceritanya, ia merasa prihatin karena sudah hampir 15 tahun di Fakultas Pertanian UGM tidak lahir Guru Besar baru. Ia pun kemudian lantas memetakan seluruh persoalan dan menggandeng ahli IT untuk membuatkan template agar memudahkan para dosen di fakultas menginput dan melihat angka kredit yang telah diperoleh.
“Itu yang dibuat bersama teman-teman tenaga kependidikan di fakultas dan bersamaan dengan upaya itu telah ada usulan beberapa dosen mengajukan Guru Besar saat itu, diantaranya ada yang memanfaatkan template yang kami buat. Sangat membahagiakan sampai di akhir saya pindah ke Gedung Pusat UGM sebagai Direktur SDM maka kesembilan usulan tersebut telah keluar SK Guru Besarnya. Ada yang keluar di tahun lalu 2022 dan di tahun ini 2023,” jelasnya.
Berbekal pengalaman di fakultas, Suadi menghadapi persoalan yang sama saat menjabat sebagai Direktur Sumber Daya Manusia UGM. Ia dituntut turut menjawab akselerasi pencapaian Guru Besar di UGM. Krisis jumlah Guru besar telah dirasakan dan sering disebutkan semenjak kepemimpinan Rektor Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D.
Di saat kepemimpinan Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed.,Sp.OG(K)., Ph.D, tantangan menjawab krisis kembali disampaikan. Ia pun diharapkan bisa mendorong lahirnya 50 Guru Besar baru di tahun 2023 dan hal sama kemudian ia lakukan mirip seperti di saat masih di Fakultas Pertanian UGM.
“Kami bersama Direktorat Teknologi Informasi melakukan pemetaan capaian angka kredit dosen dengan memanfaatkan data Simaster. Memang ada keinginan mempercepat kenaikan pangkat dan jabatan dosen. Kami ditarget untuk bisa menambah minimal 50 dan saya lihat kemungkinan itu bisa dicapai,” urainya.
Direktorat Sumber Daya Manusia bersama Direktorat Teknologi Informasi pada akhirnya membuatkan dashboard untuk membantu memetakan capaian angka kredit dosen sehingga memudahkan kemunculan angka kredit yang diraih setiap dosen. Suadi menyebut semisal pada dashboard bisa melihat ada dosen yang sudah mencapai angka kredit lebih dari 900, tetapi tidak memproses untuk usulan Guru Besar yang membutuhkan angka kredit hanya 850.
Setelah ditelusuri, katanya, dosen tersebut ternyata masih memiliki kekurangan pada syarat khusus, utamanya publikasi ilmiah. Selain pendataan di Simaster diperbaiki, program penelitian yang mendorong publikasi juga diperkuat.
“Alur pengelolaan kenaikan jabatan dosen kami rapikan dan lebih sederhana, sesuai ketentuan yang ada dan dashboard membantu memetakan tahapan yang telah dilalui setiap usulan. Ini tentunya mempermudah bagi semuanya, walaupun dashboard tersebut belum sempurna. Hal yang penting juga yaitu, adanya aturan Kemenpan RB No 1 tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional yang memaksa dosen harus melaporkan seluruh karya atau capaian tri dharma. Peratuan ini memang menimbulkan banyak ”masalah” tetapi saya kira turut mendukung percepatan pencapaian guru besar di UGM,” terangnya.
Tak mau dibilang Jarkoni, iso berujar ora iso nglakoni, ia pun mulai melihat diri ke dalam dengan apa yang telah ia lakukan. Sekian lama meluangkan diri mengurus hal lain membuatnya lupa mengurus jabatan akademik sendiri.
“Mosok saya menyuruh orang untuk naik jabatan, saya sendiri tidak naik jabatan nanti dibilang jarkoni. Karenanya di tahun 2020, saya pun ngurus juga jabatan sebagai Lektor Kepala karena menjadi wakil dekan, setelah lama sekali tidak mengurus pangkat dan jabatan,” ujarnya.
Dengan aturan yang berlaku, ia pun tahu bahwa untuk mengajukan kenaikan ke jenjang jabatan Guru Besar harus melalui Jabatan sebagai Lektor Kepala minimal dua tahun. Publikasi menjadi syarat penting untuk itu. Sekali pun menjabat, Suadi masih sempat melakukan penelitian, baik bersama kolega maupun dengan mahasiswa. Bersama kolega di di Departemen Perikanan Fakultas Pertanian UGM dan perguruan tinggi lainnya, saat itu ada hibah penelitian bersama dari kementerian yang dilabeli dengan konsorsium maritim yang dikomandani oleh tim UGM.
Tim ini melakukan penelitian di Sulawesi Selatan di sebuah kepulauan di gugusan kepulauan Spermonde. Mendapat data cukup bagus maka bersama dengan dosen yang lain ia pun menulis satu paper.
“Prosesnya 1 tahun, ini yang kadang menjadi persoalan dosen. Terkadang memiliki angka kredit yang telah memenuhi, namun harus menunggu karena lamanya paper keluar. 1 tahun lebih harus menunggu, proses revisi, perbaikan, kembali lagi ke jurnalnya. Papernya kebetulan published Desember lalu dan itulah yang salah satu saya pakai untuk memenuhi syarat-syarat pengajuan jabatan ke guru besar,” timpalnya.
Persoalan sumber daya ikan terutama bagaimana mengoptimalkannya untuk kesejahteraan masyarakat di pesisir mungkin pada akhirnya menjadi garis besar pidato pengukuhan yang akan ia sampaikan di akhir bulan Desember 2023 nanti. Ia memang sudah sejak lama fokus di bidang Manajeman Sumber Daya khususnya bidang sosial ekonomi.
Merunut ceritanya kenapa ia menjatuhkan pilihan di bidang perikanan, Suadi mengaku karena berlatar belakang dari pulau di Bima. Di daerah asalnya, rumah tinggal Suadi tidak terlalu jauh dari kehidupan pesisir dan laut. Tempat bermain dan wisata zaman sekolah pun umumnya di pantai. Secara kebetulan juga, gurunya di saat ia di SMA Negeri 1 Bima menyarankan dirinya untuk belajar tentang laut setelah lulus.
“Saya masih ingat betul pak Abdul Ghani guru sejarah saya. Saya tinggal di ujung timur pulau Sumbawa, Bima ya dekat-dekat lautlah kira-kira. Dua alasan itulah yang mendorong saya memilih jurusan perikanan dan memang pada akhirnya menjadi pilihan satu, tetapi saya masuk ke UGM di tahun kedua setelah lulus dari SMA,” terangnya.
Sejenak kilas balik ke masa lalu, Suadi merasa bersyukur karena setelah lulus dari Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM, ia mendapat taawaran untuk melamar menjadi dosen di almamaternya. Ia pun menerima itu dan yang terbayang bisa melanjutkan studi ke luar negeri.
Benar saja, ternyata ia kesampaian melanjutkan studi S2 dan S3 di Jepang. Ia mengambil gelar master (S2) di Ibarakhi University dan Program Doktor (S3) di Tokyo University of Agriculture and Technology pada program Agriculture Economic and Symbiotic Society bidang.
“Kebetulan saya berasal dari keluarga guru. Waktu lulus ditawari salah satu dosen, pak Heri Saksono. Dia meminta daftar jadi dosen saja, kebetulan pas saya lulus ada lowongan penerimaan dosen. Ya sudah saya daftar waktu itu, ikut ujian dan keterima gitu,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho