Universitas Gadjah Mada berkomitmen menjadi kampus yang inklusif termasuk ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini diwujudkan dengan memberikan akses pendidikan dan layanan inklusif bagi sivitas akademika, karyawan, dan masyarakat.
Terdapat beragam layanan inklusif bagi disabilitas di UGM yang terus dikembangkan mulai dari penyediaan sarana prasarana bagi disabilitas, pengembangan kurikulum inklusif hingga layanan khusus disabilitas.
Saat ini UGM tengah merintis pengembangan Unit Layanan Disabilitas (ULD). Pembentukan ULD tidak hanya untuk memfasilitasi dan mendukung akses bagi sivitas akademika berkebutuhan khusus. Namun, juga untuk memenuhi amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas khususnya pasal 42 ayat 3 yang berbunyi setiap penyelenggara pendidikan tinggi wajib memfasilitasi pembentukan ULD.
“ULD ini sebagai perwujudan UGM menjalankan amanat yuridis dan untuk membantu memfasilitasi kebutuhan sivitas disabilitas UGM untuk memperlancar proses pembelajaran,” jelas Ketua Pokja Pembentukan Layanan Unit Disabilitas, Wuri Handayani, SE., Ak., M.Si., M.A., Ph.D., dalam Workshop Peningkatan Layanan Disabilitas, Jumat (16/6) di UC UGM
Wuri menyampaikan komitmen UGM menjadi kampus inklusif telah tertuang dalam rencana strategis (renstra) UGM 2022-2027. Salah satu renstra UGM adalah mewujudkan kampus yang sehat, aman, ramah lingkungan, berbudaya, dan bertanggung jawab secara sosial.
Keberadaan ULD di UGM menjadi penting karena juga berkontribusi terhadap pencapaian SDGS 4 terkait memastikan pendidikan inklusif berkualitas dan merata. Layanan ini menjadi perwujudan komitmen UGM dalam Rencana Induk Kampus (RIK) 2017-20237 bahwa UGM memiliki dampak terhadap pembanguann nasional dan global.
“Dalam Renstra UGM 2022-2027, UGM ingin mewujudkan pendidikan yang bermartabat, toleran terhadap keberagaman dan inklusif, pendidikan untuk semua dan pendidikan yang berbasis teknologi informasi, learning to become, learning to transform. Di sini ULD memegang peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif,” paparnya.
Lebih lanjut Wuri memaparkan roadmap pengembangan ULD UGM. Dalam jangka pendek atau kurang dari satu tahun, UGM fokus melakukan penguatan manajemen ULD dan sosialisasi. Lalu, jangka menengah (1-5 tahun) fokus dalam penyediaan infrastruktur yang aksesibel dan inklusif naik fisik maupun non-fisik. Berikutnya, jangka panjang (5-10 tahun) fokus menjadi pusat rujukan pendidikan dan penelitian yang inklusif, inovatif, dan aplikatif.
Pembina UKM Peduli Difabel, Praditya Putri Pertiwi, S.Psi., Ph.D., menyampaikan tentang standar minimal fasilitasi dan kebutuhan dasar disabilitas. Ada kebutuhan yang berbeda dan fasilitas yang minimal ada pada masing-masing disabilitas baik disabilitas fisik, disabilitas pengelihatan, disabilitas pendengaran, disabilitas mental, dan disabilitas intelektual.
Ia mencontohkan salah satunya untuk disabilitas pendengaran yaitu tersedianya pendamping juru bahasa isyarat maupun notetaker jika diperlukan, informasi dalam bentuk teks dan visual, terdapat subtitle jika dalam bentuk video dan lainnya.
Sebelumnya, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof. Dr. Wening Udasmoro,S.S., M.Hum., DEA., menyampaikan penyediaan layanan dan fasilitas bagi penyandang disabilitas di kampus menjadi hal penting. Karenanya UGM berkomitmen untuk melakukan penguatan layanan bagi penyandang disabilitas dalam berbagai aspek.
“Pentingnya membuat unit layanan disabilitas karena masih ada pihak-pihak yang belum terakomodasi. Meski jumlah penyandang disabilitas sedikit, tetap harus dibangun agar punya sistem kuat untuk memberikan layanan sebaik-baiknya pada sivitas dan warga UGM yang membutuhkan,” terangnya.
Penulis: Ika