Kekayaan sumber daya genetik tanaman pertanian Indonesia terus berkurang akibat minimnya upaya konservasi genetik. Bahkan, pemanfaatan yang begitu berlebihan pada jenis varietas tanaman tertentu menyebabkan keanekaragaman sumber daya genetik tanaman yang lain menjadi hilang dan berkurang hingga 75 persen. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemuliaan tanaman dan penyelamatan keanekaragaman genetik pertanian melalui bank genetik serta menggalakkan menanam ragam varietas tanaman lokal di kalangan petani. Hal itu mengemuka dalam Workshop Pengelolaan Sumber Daya Genetik di Ballroom Eastparc Hotel, Kamis (23/8).
Workshop yang diselenggarakan oleh Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) UGM ini menghadirkan beberapa orang pembicara diantaranya peneliti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Dr. Mastur, Anggota Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (Peripi) sekaligus dosen IPB, Prof. Dr Muhammad Syukur, S.P Msi, dan Direktur Riset dan Pengembangan PT East West Seed Indonesia, Ir. Asep Harpenas dan peneliti pemuliaan tanaman dari Fakultas Pertanian UGM sekaligus kepala Kepala PIAT UGM, Dr. Ir. Taryono, M.Sc.
Muhammad Syukur mengatakan saat ini sumber daya genetik pertanian yang hilang mencapai 75 persen karena minimnya upaya konservasi dan pemanfaatan satu atau dua varietas yang sama secara berlebihan menyebabkan beberapa varietas lokal menjadi hilang. “Varietas lokal yang tidak dimanfaatkan maka akan hilang. Seharusnya petani di Indonesia tidak menanam tanaman dengan varietas yang sama,” kata Syukur.
Dosen IPB ini menuturkan jumlah persentase plasma nutfah yang ada di Indonesia mencapai 17 persen dari total kekayaan genetik tumbuhan yang ada di dunia. “Ada 3.256 spesies tanaman, terbanyak tanaman obat yang belum dieksplorasi,” kata Syukur.
Namun demikian, imbuhnya, minimnya upaya pemuliaan tanaman menyebabkan kekayaan sumber daya genetik tersebut semakin berkurang. Apalagi jumlah peneliti pemuliaan tanaman yang ada hanya sekitar 1.500 orang. Jumlah tersebut tidak mencukupi untuk usaha mengonversi sumber daya genetik tanaman pangan pertanian. Menurutnya, perlu ada peningkatan kuantitas dan kualitas para pemulia tanaman. “Perlu ada upaya peningkatan kapasitas, dana dan fasilitas,” ungkapnya.
Untuk bisa menghasilkan jenis tanaman varietas baru diperlukan proses tahapan pemuliaan tanaman yang begitu panjang dari mulai pengoleksian genetik, seleksi, hibridasi hingga pelepasan varietas. “Setidaknya diperlukan 5-10 tahun untuk bisa menghasilkan varitas baru,” katanya.
Menurutnya, usaha pemuliaan tanaman pertanian sangat penting untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan yang akan melanda kawasan Asia pada 2015 akibat pertambahan jumlah penduduk dan sempitnya lahan pertanian. Ia mengatakan IPB setidaknya sudah melakukan usaha pemuliaan tanaman dengan mengoleksi sebanyak 316 varietas cabai bahkan beberapa varietas sudah dilepas. “Koleksi cabai IPB ada 316 genotipe,” katanya.
Direktur Riset dan Pengembangan PT East West Seed Indonesia, Ir. Asep Harpenas, mengatakan diperlukan bank genetik untuk mengonversi sumber daya genetik tanaman pertanian yang ada di Indonesia. Menurutnya, bank genetik ini bisa menjadi tempat bagi peneliti dan pemulia tanaman untuk bertukar informasi dan sumber daya genetik. “Fungsinya tidak hanya menyimpan yang sudah ada, namun juga memfasilitasi pemulia tanaman saling bertukar sumber daya genetik sehinga bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan,” paparnya.
Kepala PIAT UGM, Dr. Ir. Taryono, M.Sc., mengatakan PIAT UGM segera mendirikan Bank Genetik sayuran untuk mendukung kedaulatan pangan Indonesia. Pendirian bank genetik sayuran ini dikarenakan jenis sayuran varietas lokal telah tergantikan oleh varietas unggul baru atau tergeser ke daerah marginal yang susah dijangkau sebagai akibat pertanian intensif yang makin pesat. “Varietas lokal ini diperlukan dalam perakitan kultivar unggul masa depan sehingga diperlukan langkah penyelamatan salah satunya dengan pembentukan bank genetik sayuran,” katanya.
Pengelolaan sumber daya genetik ini dilaksanakan melalui kerja sama antar lembaga dalam bentuk konsorsium agar sumber daya genetik tersebut dapat diakses secara luas. Kelak, kata Taryono, bank genetik ini dapat memfasilitasi permintaan dan pertukaran sumber daya genetik sayuran untuk kepentingan masyarakat global. (Humas UGM/Gusti Grehenson)