Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) bersama dengan Fulbright meluncurkan program beasiswa baru. Beasiswa ini diperuntukkan bagi staf pengajar senior, junior, dan mahasiswa yang akan melanjutkan studi ke beberapa perguruan tinggi di Amerika.
Menurut Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., beasiswa untuk self improvement di Amerika ini ditawarkan melalui berbagai skema program. Beasiswa yang ditawarkan meliputi beasiswa Fulbright–Aminef, yang telah lama berjalan, dan beasiswa Dikti-Fulbright, yang merupakan jenis beasiswa baru. “Beasiswa Dikti Programme ini dana berasal dari Dikti dan secara administratif ditangani Aminef,” terang Djoko di Ruang Multimedia, Senin (12/4), saat presentasi beasiswa bersama rombongan dari Aminef, CIES, dan IIE.
Di hadapan para Wakil Dekan Bidang Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat serta staf pengajar UGM, Djoko menjelaskan beasiswa ini memberi kesempatan civitas akademika UGM untuk melakukan research desertation, terutama mereka yang telah mengambil program S-3 dan selesai cost work. “Oleh karenanya, dengan beasiswa ini mereka diberikan waktu tiga sampai empat bulan untuk melakukan research di Amerika,” ujarnya.
Selain itu, Aminef menawarkan pula Fulbright Specialist untuk program studi atau fakultas. Dengan program ini, setiap program studi atau fakultas dapat mengundang seorang profesor dalam bidang tertentu untuk membantu aktivitas akademik. Kehadiran profesor dalam program ini sangat membantu mendesain kurikulum. Setelah kurikulum tersusun, akan diujicobakan dan kemudian dilakukan pembahasan secara bersama.
“Makanya seorang profesor bisa datang untuk yang kedua hingga yang ketiga. Dari beberapa kali kunjungan itu, mereka meng-improve/menyempurnakan kurikulum sebagaimana yang diinginkan fakultas atau program studi. Demikian juga prodi-prodi yang ingin mendapatkan akreditasi internasional, bisa pula mengundang spesialis agar me-review dokumen-dokumen yang dimiliki prodi-prodi, apakah prodi-prodi sudah memiliki kriteria dokumen-dokumen yang sejalan badan akreditasi internasional,” jelasnya.
Program beasiswa ini juga memberi kesempatan untuk mahasiswa S-1 UGM semester V untuk belajar di Amerika. Dengan program studi yang sama, mahasiswa diberi kesempatan belajar selama satu hingga dua semester. “Semua tentu saja melalui seleksi dan yang terpenting adalah TOEFL tesnya. Setidaknya, mereka harus lulus TOEFL 550 atau 575. Untuk itu, bagi yang berminat bisa mengakses di web Aminef dan tentu saja hal ini menarik untuk mahasiswa-mahasiswa S-1,” jelasnya.
Dengan program Dikti-Aminef, kata Djoko, Dikti merasa terbantukan dengan tugas-tugasnya. Dikti tidak harus mendistribusikan dana dan melakukan seleksi terhadap dosen-dosen yang akan melakukan studi ke Amerika. Semua itu telah dilakukan Aminef. Sebagai salah satu agency terkemuka di dunia dalam hal mengadministrasi beasiswa, Aminef telah mendapat kepercayaan dari banyak perguruan tinggi di Amerika. “Saya sudah mengikuti perkembangan ini sejak tahun 1980-an. Expert Amerika yang datang ke Indonesia itu pun diatur oleh Aminef dan itu selalu berhasil karena Aminef selalu berkomunikasi dengan program studi. Seperti saat ini, di Fakultas Kedokteran UGM terdapat seorang profesor dari Iowa yang tekun di bidang Program Family Medicine tengah membantu di fakultas tersebut,” katanya.
Tentang besaran, kata Djoko, relatif sama, artinya besaran beasiswa disesuaikan dengan indeks hidup di Amerika, baik yang berasal dari Fulbright maupun Dikti. “Artinya seseorang yang diterima di Iowa atau Wisconsin akan menerima besaran beasiswa berbeda dengan dosen yang melanjutkan studi di Columbia, New York, atau Washington DC atau bahkan di LA. Artinya, standar sesuai biaya hidup. Kalau mau kaya tentu tidak bisa, tapi cukuplah untuk studi,” tuturnya.
Kepala Kantor Urusan Internasional UGM, Dr. Rahmat Sriwijaya, menambahkan dengan Aminef tidak perlu lagi literatur untuk melakukan studi di Amerika. Semua urusan itu telah diambil alih oleh Fulbright-Aminef sebab untuk mendapat literatur dari profesor dirasa sangat sulit. “Karena yang dulu-dulu salah satu syarat itu harus mendapat Letter of Acceptend dari universitas di Amerika,” kata Rahmat Sriwijaya.
Ditambahkan Rahmat, sosialisasi beasiswa Dikti-Fulbright-Aminef ini dilakukan di seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. Dikti-Aminef membuka kesempatan kompetisi secara terbuka kepada semua PTN. Hanya saja, Dikti-Aminef memberikan dispensasi untuk wilayah Papua. Di wilayah tersebut, diberlakukan persyaratan khusus. “Secara spesial saat ini memberi jatah untuk Papua. Memang tidak diumumkan, tapi diberlakukan semacam dispensasi. Tidak hanya menyangkut jumlah kuaota, namun juga bidang studi. Demikian pula skor TOEFL lebih rendah. Beberapa program studi yang di Jawa telah mengalami kejenuhan, dibuka pintu untuk Papua,” tutur Rahmat.
Tampak hadir dalam sosialisasi ini, antara lain, Piet Hendardjo, Nelly Paliama, dan Michael Mc Coy, Excecutive Directure Aminef, dan Sabine O’hara, Excecutive Directure Council for International Enchange of Scholar (CIES) yang juga menjabat sebagai Vice President Institute International Education (IIE). (Humas UGM/ Agung)