Sosial Research Center (SOREC) Universitas Gadjah Mada dan Rumah Politik Kesejahteraan (RPK) mendiskusikan tantangan repolitisasi demokrasi dalam agenda Pemilu 2024. Kegiatan yang dikemas dalam bentuk seminar dinilai sebagai kegiatan menarik mengingat agenda politik 2024 telah menjadi bahasan hangat di berbagai lini masyarakat.
Pemilu 2024 bagi Indonesia akan menjadi momentum penting dalam proses peningkatan kualitas demokrasi dan partisipasi masyarakat. Melalui diskusi publik yang berbasis wawasan pengetahuan dan data empiris yang akuntabel seminar bermaksud memperdalam substansi demokrasi dan peningkatan partisipasi kewargaan yang objektif.
Eep Saefulloh Fatah, Ahli Komunikasi Politik, Pakar dan Praktisi Political Marketing sekaligus Founder dan CEO PolMark Indonesia, hadir sebagai salah satu pembicara. Dalam sesi diskusi bertajuk ”Pemilu 2024: Tantangan Repolitisasi dan Menakar Kepemimpinan”, dia memaparkan hasil survei terbaru yang dilakukan atas kerja sama dengan PKB.
Dalam paparannya ia menyebut akan ada “Faktor Gus Imin” sebagai salah satu kunci penentu dalam pemilu 2024 nanti. “Jika Gus Imin terus memainkan langkah political marketing yang tepat dan layak, ia berpotensi menjadi penentu, ” katanya di UC UGM, Senin (5/6).
Eep mengungkapkan hal itu berdasar penilaiannya terhadap agregat hasil Survei PolMark Research Center di 78 Dapil DPR RI se-Indonesia, kecuali 6 provinsi di pulau Papua. Survei melibatkan 62.480 responden yang diambil dengan metode multistages random sampling, dengan margin of error plus minus 0,4 persen.
Dalam presentasi di sesi Seminar Nasional tersebut, Eep menjelaskan secara nasional elektabilitas Gus Imin cukup signifikan, mendekati 5 persen. Elektabilitas tersebut menempatkan Gus Imin ada dalam jajaran lima besar bakal kandidat Pilpres 2024.
Sementara itu, di Pilihan Legislatif 2024, berdasarkan data agregat 78 Survei Dapil yang sama, ia mengungkapkan Partai Kebangkitan Bangsa berpotensi mencapai tiga sukses sekaligus yaitu memperluas sebaran suaranya melanjutkan gejala Pileg 2019, memperbesar raihan suara di banyak Dapil, dan meningkatkan secara signifikan jumlah kursi DPR RI.
“Ini yang saya sebut sebagai Faktor PKB dan faktor Gus Imin,” papar Eep yang kini juga menjabat konsultan politik utama untuk Gus Imin dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Hasil survei yang ia lakukan juga menunjukkan Gus Imin menjadi kandidat yang menonjol di provinsi yang sering disebut sebagai “penentu akhir hasil Pilpres di Indonesia” itu. “Gus Imin hanya berada di bawah Ganjar dan Prabowo dan di atas kandidat lainnya, termasuk Anies dan Khofifah,” terang Eep.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Dr. Arie Sujito, menyatakan memilih pemimpin adalah keputusan krusial yang tidak bisa disepelekan. Bukan hanya bertumpu pada popularitas calon atau sekadar calon yang mampu membeli suara dengan uang, tetapi calon pemimpin yang seharusnya adalah dia yang nantinya bisa mewujudkan ide dan gagasannya untuk mengurai masalah bangsa, bukan sebaliknya justru melahirkan masalah bangsa.
“Atas dasar itu maka kita perlu melakukan penyadaran kepada publik betapa strategisnya pemilu melalui proses repolitisasi karena merepolitisasi demokrasi artinya mendorong agar politik difungsikan dengan benar dan dengan dasar nilai serta tidak sekadar menjalani secara dangkal apalagi sekadar agenda rutin tanpa makna,” imbuh Arie Sujito.
Sedangkan Direktur Rumah Politik Kesejahteraan (RPK), Sugeng Bahagijo, menegaskan pentingnya politik solusi atau politik jalan keluar untuk kesejahteraan sosial sebagai tujuan mulia dinamika politik nasional.
“Di atas kontestasi jelang 2024, kami percaya pada politik solusi, politik jalan keluar yang menjamin perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara sistemik dan merawat persatuan Indonesia,” ujarnya.
Penulis : Agung Nugroho