Desa Wukirsari merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar masyarakat di daerah ini bermata pencaharian sebagai petani. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya lokal dan minimnya minat generasi pemuda pada pertanian menjadikan pertanian di daerah tersebut belum berkembang dengan baik.
Berlimpahnya limbah anorganik dan organik yang belum dikelola dengan baik menjadikan warga kesulitan dalam upaya mewujudkan lingkungan yang berkualitas. Masyarakat Desa Wukirsari masih memiliki kebiasaan membakar limbah anorganik secara langsung di atas tanah karena belum tersedianya Tempat Penampungan Sementara (TPS) untuk pemisahan dan pemanfaatan limbah secara optimal.
Kebiasaan tersebut tentunya berdampak pada kesuburan tanah dan keanekaragaman hayati di Desa Wukirsari. Volume limbah rumah tangga yang mencapai sekitar 52 – 70 kg per hari terkadang hanya dibuang atau ditumpuk begitu saja. Hal ini tentu menjadi permasalahan untuk mendapat perhatian dan perlu upaya pengolahan yang tepat guna mengurangi volume limbah organik dan anorganik.
Melihat kondisi tersebut, Klinik Agromina Bahari (KAB) melalui Program Penguatan Kapasitas (PPK) dengan mengusung Program Kampung Iklim (PROKLIM) melakukan kegiatan pengabdian guna mengatasi permasalahan tersebut. KAB dengan Program Kampung Iklim menilai perilaku warga Wukirsari Cangkringan belum mencerminkan adanya kesadaran dan pengetahuan terkait ancaman perubahan iklim yang terjadi.
Klinik Agromina Bahari (KAB) merupakan organisasi mahasiswa di Fakultas Pertanian UGM yang sedang melaksanakan Program Penguatan Kapasitas (PPK) dengan mengusung Program Kampung Iklim (PROKLIM). Untuk kegiatan di Desa Wukirsari, mereka melakukan pengabdian berbasis pengolahan limbah, ketahanan pangan, dan penghijauan untuk mewujudkan desa sadar perubahan iklim.
Mereka yang terlibat dalam KAB adalah Muhammad Faris Ar Rif’at, Ainun Takhsin, Aqilla Fadhila, Fanny Tyastuti, Naufal Radhyanto, Rikhul Jannah, dan Tri BudiWinarto, ‘Athif Yumna, Della Febriana, Hisyam Sya’bani, Kingkin Nawang, Sania Sita, Yulia Nurwita, Alifia Zahra, dan Alvaida Ekawati dengan dosen pendamping Diah Fitria Widhiningsih, S.P., M.Sc.
Rikhul Jannah mengatakan dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut Desa Wukirsari memiliki kolam-kolam ikan yang terbengkalai dan belum dioptimalkan. Banyak potensi fisik berupa lahan pekarangan juga belum dimanfaatkan secara maksimal.
Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan inovasi yang mudah diterapkan dan tepat guna agar dapat menunjang kegiatan perikanan yang ada. Program PROKLIM diawali dengan kegiatan sosialisasi pada bulan Agustus yang lalu dengan dihadiri perwakilan kelurahan, kepala dusun, ketua RT, PKK, karang taruna, dan perwakilan masyarakat.
“Dalam sosialisasi ini kita juga menyerahkan secara simbolis tiga program utama pengolahan limbah, ketahanan pangan, dan penghijauan kepada Perwakilan Desa Wukirsari, perwakilan ibu PKK, dan perwakilan karang taruna. Simbolisasi ditandai dengan pemberian bibit tanaman kepel sebagai tanaman buah dan tanaman gayam sebagai tanaman perindang, kit biopori, kit akuaponik, dan kerajinan botol bekas,” ujarnya, di Kampus UGM, Jumat (7/10).
Naufal Radhyanto menyatakan PROKLIM hadir sebagai solusi dari permasalahan yang ada di Desa dengan tujuan membantu mengolah limbah anorganik menjadi produk kerajinan verikultur tumbuhan, menerapkan biopori dengan pengelolaan limbah organik sebagai kompos dan membuat resapan air guna menjaga ketersediaan pasokan air. Juga memberi contoh membuat akuaponik sebagai strategi ketahanan pangan desa dan tadah hujan di musim kemarau, melakukan penghijauan produktif untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas air serta mengoptimalkan pemanfaatan lahan.
Ketercapaian PROKLIM saat ini hampir mencapai 70 persen. Diantaranya yang sudah terlaksana adalah penghijauan produktif di desa dan jalan menuju Kali Kuning untuk mengurangi kekeringan, konservasi air dan lingkungan.
Penghijauan produktif dengan melakukan penanaman bibit pohon gayam, pule, dan kepel yang semakin langka di Desa Wukirsari. Dengan program ini diharapkan mengedukasi masyarakat khususnya para orang tua dan anggota kelompok tani tentang membudidaya tanaman tahunan untuk konservasi lingkungan.
“Kegiatan pengolahan limbah juga dilaksanakan secara bertahap dengan melibatkan kreativitas pemuda dan pemudi untuk mewujudkan pengolahan limbah yang inovatif,” ujar Naufal.
Sania Sita menuturkan dalam program ini juga melakukan pembuatan biopori oleh pemuda yang dimanfaatkan sebagai media pembuatan kompos dari seresah dedaunan dan limbah organik. Biopori dibuat di tanaman di area landai yang sering dilalui air hujan untuk menyerap air hujan dan mencegah kekeringan di musim kemarau.
Selain itu, biopori ini juga dimanfaatkan sebagai tempat pengolahan limbah organik berupa pupuk organik berasal dari limbah organik rumah tangga dan limbah pertanian. Dilakukan pula pembuatan pot dari botol bekas dengan memberdayakan kreativitas dan inovasi para pemuda pemudi untuk mengurangi tumpukan sampah di desa.
“Botol tersebut dicat dan ditanam tanaman obat dan tanaman hias. Tidak berhenti di situ, pot-pot ini juga diupayakan untuk kegiatan budi daya vertikultur di lingkungan desa. Dengan begitu, disamping bermanfaat mengurangi limbah, hasil budi daya ini juga dapat memperindah lingkungan dan menambah keragaman pangan warga,” papar Sania.
Penulis : Agung Nugroho