
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng beberapa Rektor Perguruan Perguruan Tinggi se-Sulawesi Selatan mengampanyekan deklarasi gerakan anti-korupsi, Minggu (21/10), di anjungan pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan. Hadir dalam kampanye anti korupsi yaitu Rektor UGM., Prof. Ir. Panut Mulyono M.Eng., D.Eng., dan Direktur Pukat Korupsi UGM, Dr. Zainal Arifin Mochtar.
Kampanye anti korupsi dilaksanakan di kampus Universitas Hasanudin Makassar setelah kegiatan sebelumnya rutin diadakan di kampus UGM.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengapresiasi langkah UGM yang menyelenggarakan Rapat Anti Korupsi di kampus Unhas setelah dua kali sebelumnya dilaksanakan di UGM. “Dulu di UGM punya Pukat Anti Korupsi, sudah saatnya Unhas dikenal juga sebagai kampus melawan korupsi,” kata Laode.
Menurutnya, sudah seharusnya seluruh kampus bersatu bergerak untuk mendukung kampanye gerakan anti korupsi. Menurutnya, pemberantasan korupsi tidak harus melalui penindakan, namun juga lewat kampanye anti korupsi. Ia menyebutkan anggota KPK yang melakukan penindakan sekitar 300 orang dan selebihnya sekitar 1.500 melakukan tugas pencegahan. “Tidak harus dengan menindak tapi bisa melalui kegiatan pencegahan,” katanya.
Namun demikian, imbuhnya, ia menyebutkan masih banyak kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, padahal seharusnya melakukan tugasnya untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dan transparan. “Hingga hari ini ada 99 gubenur dan bupati bermasalah dengan KPK atau 30 persen kepala daerah yang merusak negeri ini,” katanya.
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, menuturkan bahwa untuk menilai ada tidaknya tindak pidana korupsi di kalangan kepala daerah dapat dilihat dari sejauh mana tingkat pembangunan yang sudah dilakukan. “Kalau daerah tidak terurus dengan baik, jalannya rusak tidak ada yang berubah, tandanya dananya habis untuk dikorupsi,” katanya.
Zainal Arifin Mochtar mengatakan dilaksanakannya Anti Korupsi Summits yang dilaksanakan di Makassar adalah untuk pertama kalinya diselenggarakan di luar kampus UGM.
Menanggapi masalah besar yang terjerat kasus korupsi yang sudah diberlakukan oleh KPK, menurut Zainal, menandakan sistem pemerintahan di daerah tidak dibarengi sistem penggunaan dana yang kuat dan transparan.
Ia menambahkan perilaku korupsi juga tidak dapat diambil dari proses kontestasi yang membutuhkan biaya mahal. “Ada yang berbiaya mahal dan perilaku korupsi untuk kepala daerah karena untuk mengongkosi keikutsertaan mereka bisa ikut pemilihan,” ujarnya. (Humas UGM / Gusti Grehenson)