
Upaya reformulasi kebijakan hukum pidana terhadap korban penyalahgunaan narkotika perlu dilakukan dengan konsep depenalisasi.
Demikian ditegaskan oleh Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Purwkerto, Vivi Ariyanti, S.H., M.Hum, saat mempertahankan disertasi dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Hukum (FH) UGM, Senin (10/9). Berlaku sebagai promotor Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H.,M.Hum., dan ko-promotor Prof. Dr. Edward O.S. Hiraiej, S.H., M.Hum.
Memaparkan hasil penelitian berjudul Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Korban Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, Vivi mengatakan reformulasi terhadap definisi korban penyalahgunaan narkotika perlu dilakukan dengan konsep depenalisasi. Konsep itu adalah kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang memasukan penyalahguna narkotika bagi diri sendiri kedalam korban yang wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial, bukan hukum pidana.
Konsep depenalisasi tersebut diterapkan pada pasal 54, 103, dan 127 UU No. 35 Tahun 2009 dengan menghilangkan sanksi pidana bagi pecandu, penyalahguna, dan korban yang tidak sengaja menggunakan narkotika. Depenalisasi memosisikan ketiga kelompok pengguna narkotika tersebut secara sama.
“Ketiga kelompok tersebut berhak mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial sebagi bentuk sanksi tindakan,” jelasnya.
Rekomendasi lain turut disampaikan Vivi dalam kesempatan itu. Salah satunya dalam penegakan hukum bagi tindak pidana penyalahgunaan narkotika harus didasarkan pada semangat yang terkandung dalam tujuan UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terutama dalam menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.
Tidak hanya itu, menurutnya, pemerintah juga perlu melakukan upaya yang lebih intensif dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika, antara lain dengan memperhatikan faktor penyebab secara sosial dengan menggunakan pendekatan social crime prevention seperti melalui program yang bisa memberi penyelesaian pesoalan baik di tingkat masyarakat, keluarga, maupun individu.
Selanjutnya dengan pendekatan situational crime prevention semisal lewat program yang dapat meningkatkan pengawasan dan pemantauan lebih ketat lagi terhadap peredaran narkotika dengan menyediakan sarana prasarana yang lebih baik bagi petugas.
“Bisa juga dengan pendekatan community based prevention seperti menjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat,”pungkasnya. (Humas UGM/Ika)