Film “Sardjito dalam Lukisan Revolusi,” telah resmi dilaunching oleh UGM pada Rabu (18/7) di Balai Senat UGM. UGM sebagai penyelenggara menyatakan dengan lauching ini, film akan dapat lebih mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia. Hal itu karena sekarang sudah bisa diakses melalui situs Youtube. Selain launching, acara itu juga menghadirkan pelukisan langsung oleh komunitas Nujes Tujes. Lalu, juga ada pembacaan puisi tentang Sardjito oleh Komunitas Jaring Budaya.
Film dokumenter yang mengangkat cerita nyata peristiwa perjuangan revolusi fisik pasca kemerdekaan dan melibatkan tokoh Sardjito ini sebelumnya telah digelar dalam rangkaian nobar di 19 titik lokasi di 9 kota. Kota-kota itu adalah Bogor, Lampung, Tarakan, Kupang, Purwokerto, Sleman, Yogyakarta, Bantul, dan Klaten.
“Nobar (nonton bareng) telah diselenggarakan secara mandiri oleh beragam komunitas dan lembaga. Mulai dari PMI, Pramuka, perguruan tinggi, seperti UII, Unsoed, dan UGM, warga Klaten, hingga SMA Kibang Lampung,” jelas Musliichah, tim riset film Sardjito dalam Lukisan Revolusi.
Panut Mulyono, selaku Rektor UGM menyampaikan apresiasinya terhadap tim pembuat film ini. Menurutnya, film ini menjadi karya berharga bagi sejarah UGM. Hal itu karena Sardjito adalah sosok penting bagi UGM yakni sebagai pendiri . “Beliaulah pendiri kampus ini. Jadi, saya ucapkan terima kasih kepada tim arsip yang sudah berusaha untuk membuat karya ini ada,” tuturnya.
Panut juga mengungkapkan harapannya dengan adanya film ini. Ia berharap sivitas akademik UGM menaladani peran Sardjito.
“Dengan mengetahui perjuangan Pak Sardjito, mahasiswa bisa akan terinspirasi untuk hidup dengan teguh pendirian serta semangat dalam berjuang,” ungkapnya.
Arif Rianto, Wakil Ketua Bidang Penanggulangan Bencana PMI DIY, menyatakan pandangannya terhadap sosok Sardjito yang berubah setelah menyaksikan film tersebut. “Jika sebelumnya saya hanya melihatnya sebagai intelektual dan dokter, sekarang saya melihatnya sebagai pejuang juga,” tuturnya.
Rianto juga mengungkapkan bahwa teman-temannya di PMI sangat mengapresiasi sosok Sardjito setelah menonton film ini. “Tenaga medis dahulu, seperti yang dialami Pak Sardjito, berat sekali perjuangannya. Hal itu membuat kami malu jika sekarang cepat menyerah dalam bertugas,” tuturnya.
Hal lain diungkapan Susilo Nugroho, seniman teater Kethoprak Conthong, yang menilai Sardjito memang sosok penting bagi Indonesia. Namun, Sardjito tidak sendiri dalam berjuang kala itu. Susilo menuturkan bahwa peran Bu Sardjito juga perlu diapresiasi. “Pak Sardjito mungkin bisa membuat logistik serta obat-obatan. Namun, tanpa Bu Sardjito semua itu tidak akan pernah tersalurkan ke rakyat yang membutuhkan,” ungkapnya.
Susilo menimpali, jika tidak ada sivitas akademika UGM yang meneladani sosoknya, hal itu tidak masalah. Ia menyatakan masih banyak orang luar UGM yang ingin menaladani sosoknya.
“Termasuk saya dan teman-teman saya di Kethoprak Conthong,” tambahnya.(Humas UGM/Hakam;foto: Firsto)