
Tiga sekolah di lereng Merapi, yaitu SDN Kalibening, SD Kanisius Prontakan dan SDN Glagaharjo mengikuti Pelatihan Kebencanaan Erupsi Gunung Api di Gunung Fuji, Jepang pada 3 hingga 8 Juli 2018. Kegiatan ini termasuk dalam program Merapi Gadjah Mada Fuji (MGF) Project, progam kerja sama antara UGM dengan Mount Fuji Research Institute (MFRI) yang didanai Pemerintah Jepang.
Selama enam hari berada di Jepang, tiga kepala sekolah SD tersebut didampingi tim UGM mengikuti berbagai rangkaian acara. Dari kunjungan ke UNESCO World Heritage Center di Gunung Fuji, pelatihan mitigasi bencana erupsi gunung api di sekolah lokal (Sekolah Dasar Katsuyama di Kawaguchiko), sampai kunjungan ke Gua Lava Funatsu dan Stasiun Pendakian Gunung Fuji. Rangkaian acara ditutup dengan workshop di MFRI yang dihadiri oleh pemerhati kebencanaan dan guru-guru sekolah di sekitar Gunung Fuji dan Gunung Usu Jepang.
Dr. Mitsuhiro Yoshimoto, Senior Researcher MFRI, dalam workshop mengungkapkan masyarakat sekitar Gunung Fuji belum pernah memiliki pengalaman erupsi karena gunung ini masih tenang semenjak 300 tahun lalu. Oleh karena itu, kegiatan ini bisa menjadi pertukaran pengalaman dengan guru-guru sekitar lereng Merapi yang sudah banyak merasakan erupsi.
“Ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi kami masyarakat sekitar Gunung Fuji,” ujarnya.
MGF Project, sebagai penyelenggara, menginisiasi kegiatan ini sebagai salah satu upaya untuk mengedukasi anak-anak sekolah serta tenaga pendidik di lereng Merapi agar lebih mengenal gunung api. Selain mengenal, mereka juga diberi pengetahuan tentang upaya-upaya pengurangan risiko bencana erupsi gunung berapi secara ilmiah. Progam edukasi ini merupakan agenda MGF Project pada kurun tahun 2017 hingga 2020 nanti.
Dr. Estuning Tyas Wulan Mei, selaku salah satu koordinator program MGF di Indonesia, menyatakan progam ini merupakan realisasi Memorandum of Understanding antara UGM dan MFRI, yang ditandatangani pada tahun 2014. Prosesi itu bertepatan dengan acara The 8th Cities on Volcanoes International Conference di Yogyakarta.
“Hal itu sekaligus menjadi momen yang melatarbelakangi lahirnya MGF Project,” tutur Wulan. (Humas UGM/Hakam)