Oleh: Dahliana Hasan, S.H., M.Tax., Ph.D.
Tahun akademik baru 2022/2023 dan dimulai pada semester gasal ini menandai dimulainya perkuliahan bauran di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Sebanyak 70% dari total pertemuan dalam satu semester akan diselenggarakan secara luar jaringan (luring). Dukungan kementerian dan universitas untuk pelaksanaan perkuliahan luring memberi semangat bagi civitas akademika untuk menata kembali langkah-langkah pencapaian Outcome Based Education (OBE) di FH UGM. Dukungan tersebut juga kami peroleh dari mahasiswa. Hasil survei Dewan Mahasiswa (DEMA) Justicia FH UGM menunjukkan bahwa 59% dari 166 partisipan setuju bahwa metode perkuliahan bauran paling tepat diterapkan untuk semester ini.
Perkuliahan bauran dengan model pembelajaran 70% luring dan 30% daring diyakini dapat mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh fakultas dalam penyelenggaraan pendidikan hukum bagi mahasiswanya. Ada tiga faktor yang mendukung proporsi tersebut. Pertama, perkuliahan bauran mereduksi kendala teknis perkuliahan yang disebabkan oleh gangguan jaringan internet. Bahkan, jaringan listrik yang stabil terkadang menjadi barang mewah bagi mahasiswa FH UGM yang tinggal di daerah tertentu. Tentu, ini dapat mengganggu penyampaian dan penerimaan materi perkuliahan oleh dosen dan mahasiswa, baik yang dilakukan dengan model ceramah maupun diskusi interaktif. Interaksi melalui platform pertemuan daring juga terganggu akibat keengganan mahasiswa untuk mengaktifkan kamera, dengan dalih ketersediaan bandwidth yang rendah mengakibatkan transmisi audio dan video menjadi tersendat.
Kedua, perkuliahan bauran mendukung perolehan Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dari program-program studi di FH UGM. Misalnya, salah satu CPL dari program studi sarjana hukum adalah kemampuan untuk menerapkan ilmu hukum dalam pemecahan masalah hukum di masyarakat. CPL ini diupayakan untuk dicapai dengan mengalokasikan 20% dari bobot kurikulum sebagai mata kuliah keahlian dan kemahiran hukum, baik yang bersifat pilihan maupun wajib, misalnya Pendidikan Latihan Kemahiran Hukum (PLKH) Acara Pidana. Dalam penyelenggaraan mata kuliah tersebut, mahasiswa diminta untuk menyusun berkas perkara terhadap kasus yang diberikan, dan melakukan role play sebagai ketua dan anggota majelis hakim serta para pihak dalam persidangan. Keterampilan ini lebih mudah diasah dengan media perkuliahan luring daripada dalam jaringan (daring). Berdasarkan masukan dari para pengajar praktisi, practical skills mahasiswa yang mengikuti perkuliahan PLKH secara daring diyakini tidak semumpuni ketika perkuliahan dilakukan secara luring dengan berinteraksi dan berpraktik secara langsung di bawah bimbingan para praktisi baik Jaksa, Hakim maupun Pengacara.
Ketiga, perkuliahan bauran akan diikuti dengan pelaksanaan ujian tengah semester dan ujian akhir semester secara luring penuh di lingkungan fakultas. Kebijakan ini penting, mengingat dalam beberapa kali evaluasi perkuliahan di fakultas, terdapat temuan praktik-praktik kecurangan dalam pengisian jawaban atas soal ujian. Salah satu penyebabnya adalah kemudahan bagi mahasiswa untuk melakukan copy dan paste atas bahan ujian dari internet, maupun dalam rangka menjiplak jawaban yang ditulis oleh peserta ujian yang lain. Oleh karena keterampilan untuk melakukan kajian dan analisis hukum juga menjadi salah satu CPL bagi calon sarjana hukum di FH UGM maka pengawasan terhadap praktik plagiarisme perlu dikelola dengan baik, agar lulusan FH UGM kelak berintegritas sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, nilai- nilai religiusitas, serta nilai-nilai budaya Indonesia.
Berdasarkan ketiga faktor di atas, perkuliahan bauran merupakan solusi yang ditawarkan oleh FH UGM dalam rangka transisi dari pembelajaran yang dilakukan dengan metode daring penuh menuju luring penuh. Masa transisi ini diperlukan untuk melakukan berbagai persiapan baik dari dari sisi penyusunan kebijakan maupun dari sisi teknis. Pengelolaan jumlah ruang, jumlah mahasiswa FH di delapan program studi serta pengendalian situasi kondisi kesehatan dan keamanan menjadi pertimbangan penting dalam pelaksanaan kuliah bauran. Beberapa antisipasi dipersiapkan sedemikian rupa sehingga kekhawatiran semua pihak baik orang tua, dosen maupun mahasiswa sendiri dapat teratasi terutama jika mahasiswa terindikasi positif Covid-19 ketika melaksanakan perkuliahan luring.
Kebijakan kuliah bauran tersebut bukan tanpa tantangan. Ada dua tantangan besar yang perlu dikelola dari kebijakan ini. Pertama, dosen dan mahasiswa cenderung merasa nyaman dengan pelaksanaan perkuliahan secara daring karena dapat dilakukan di mana saja dan pada waktu yang disepakati oleh mereka. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Fakultas Hukum terus melakukan persuasi agar pembelajaran dapat berangsur kembali ke metode luring, demi diperolehnya CPL dari setiap program studi terutama pembelajaran yang berfokus pada skills.
Kedua, pandemi Covid-19 telah menunjukkan kepada kita semua bahwa ada sebagian dari kita yang tergolong rentan terhadap transmisi virus tersebut, yaitu mereka yang memiliki komorbid. Dalam hal ini, fakultas menyadari bahwa pendidikan hukum oleh dosen dan bagi mahasiswa tidak dapat diselenggarakan dengan menempatkan mereka pada posisi yang berisiko tinggi untuk tertular Covid-19. Untuk itu, Fakultas memfasilitasi perkuliahan daring penuh bagi mereka, dengan senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkuliahan bauran, seperti penyewaan platform pertemuan daring berbayar dan kamera 360 derajat. Keselamatan civitas akademik adalah prioritas bagi fakultas.
Akhirnya, kondisi kesehatan masyarakat telah memberikan peluang bagi FH UGM untuk menyelenggarakan pendidikan hukum secara luring tatap muka untuk semua mata kuliah di beberapa program studi. Peluang tersebut kami manfaatkan untuk menetapkan kembali komitmen penyelenggaraan OBE dan perolehan CPL baik di level program studi sarjana maupun di level program studi pasca sarjana di lingkungan FH UGM. Harapannya, komitmen ini dapat terus didukung oleh kementerian, universitas, dan civitas akademika FH UGM sehingga pendidikan hukum di era kenormalan baru ini dapat melahirkan lulusan yang berkualitas dari sisi kompetensi maupun moralitas. Viva Jusititia!