Dalam rangka Dies Natalis ke-72 Fakultas Hukum UGM, alumni FH UGM 1996 dengan Law Career Development Center menyelenggarakan Career Day bertajuk “Membangun Karakter yang Tangguh untuk Menghadapi Tantangan Profesi di Masa Datang” pada Jumat (23/2).
Career Day ini menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan, di antaranya pengacara Otto Hasibuan, Social Enterpreneur dan pejuang Mikrohidro Indonesia, Tri Mumpuni, Co-Founder Salesstock.com, Stanislaus Tandelilin, serta pendiri Dowabag, Delia Murwihartini. Kepada para peserta yang hadir, mereka mengisahkan perjalanan panjang mereka dalam meniti karier hingga berhasil meraih kesuksesan.
“Kalau kita melihat kesuksesan orang lain, jangan melihatnya hari ini saja, tapi tanya bagaimana cara dia mencapainya. Itu tidak mudah,” ujar Otto Hasibuan.
Ia mengisahkan, mengawali kariernya sebagai advokat bukanlah hal yang mudah. Namun, terlepas dari beragam tantangan yang ia hadapi, ia tetap tekun di dalam menjalankan profesinya karena melihat profesi tersebut sebagai sesuatu yang menantang dan ia senangi.
“Jangan terpengaruh apa yang dikerjakan orang lain. Tanya dirimu, yang kamu mau apa, kata hatimu apa, jangan ikut-ikutan dengan orang lain,” imbuh pria kelahiran Pematang Siantar yang dikenal karena memiliki beragam klien dari kalangan pejabat serta selebriti itu.
Bagi mahasiswa yang akan menentukan profesi yang ingin ditekuni selepas lulus nanti, ia mengingatkan bahwa dalam menentukan pilihan pekerjaan, seseorang tidak bisa hanya mempertimbangkan soal materi atau karena ingin mengumpulkan banyak harta dalam waktu yang cepat. Ukuran keberhasilan seseorang, menurutnya, tidak dilihat dari materi yang diperoleh, tapi dari hasil kerja serta pengaruh yang bisa ia berikan.
“Sukses sorang advokat bukan di harta, bukan di uang yang didapatkan. Prinsipnya Anda harus pintar dan jujur,” katanya.
Senada dengan ucapan Otto, Delia Murwihartini menuturkan bahwa seorang sarjana UGM memiliki modal yang lebih dari cukup untuk bisa berkarya sesuai dengan bidang yang diinginkan. Karena itu, tidak perlu takut untuk meniti karier di dalam apa yang menjadi minat pribadi, meskipun itu merupakan pekerjaan yang dianggap sepele oleh orang lain.
“Perjalanan sangat panjang dan penuh lika-liku, tapi saya tahu bahwa semua hambatan itu justru menjadi pijakan untuk lebih maju. Jadi yang saya rasakan adalah perasaan senang dan bahagia,” tutur Delia yang selepas lulus dari UGM mulai merintis usaha kreatif skala kecil hingga kini menjadi pengusaha yang memiliki pasar hingga ke Amerika dan Eropa.
Di tengah persaingan dunia kerja yang begitu ketat, salah satu pembicara seminar, Stanislaus mendorong agar mahasiswa UGM juga mulai membekali diri dengan keterampilan di luar apa yang diajarkan di ruang kelas, salah satunya keterampilan dalam berbicara di muka umum. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu nilai positif yang akan menarik minat dari para perekrut.
“Walaupun di kantor kami ada mahasiswa dari Harvard, NTU, dan lainnya, secara kemampuan lulusan UGM sebenarnya tidak kalah. Hanya yang menjadi pembeda adalah biasanya lulusan UGM itu lebih pendiam, kurang pintar berbicara,” ucapnya.
Selain keterampilan, seorang lulusan perguruan tinggi, menurutnya, juga harus memiliki karakter yang tangguh dan mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan yang ada. Di era di mana perubahan terjadi begitu cepat, karakter ini menjadi salah satu penentu bagi keberhasilan seorang individu. (Humas UGM/Gloria)