Bisnis perhotelan saat ini tengah menghadapi kelebihan pasokan kamar yang tidak diikuti dengan pertumbuhan permintaan dari konsumen.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua PHRI DIY, Drs. Herman Tony, dalam diskusi bertajuk Bisnis Perhotelan Indonesia di Simpang Jalan yang diselenggarakan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Rabu (31).
Kelebihan pasokan kamar hotel ini, dikatakan Herman, akibat banyaknya pembangunan hotel baru. Terlebih, pendirian di sejumlah kota besar Indonesia yang jumlah hotelnya sudah cukup banyak.
“Kondisi ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat antar hotel, terjadi perang tarif,” katanya.
Data PHRI 2017 mencatat terdapat 2.300 hotel berbintang di Indonesia dengan total 290.000 kamar. Sementara data BPS menyebutkan ada 16.000 hotel non-bintang di seluruh Indoensia dengan total 285.000 kamar. Dengan demikian, jumlah kamar hotel di Indonesia hampir mencapai 600.000 kamar.
Menurutnya, moratorium pemberian izin pembangunan hotel baru harus dilaksanakan secara tegas untuk menjaga keberlangsungan bisnis di sektor perhotelan ini, termasuk di DIY. Meskipun telah ada moratorium sejak 2014, namum hotel-hotel baru terus bertumbuh di Yogyakarta.
“Moratorium ini sebuah solusi, obat penenang tapi hanya sementara. Solusi efektif dengan mengupayakan kunjungan wisatawan termasuk yang menginap di hotel,” jelasnya.
Langkah yang dapat ditempuh antara lain dengan menyelenggarakan Meeting Incentive Converence Exhibition (MICE) tingkat nasional dan internasional. Melalui kegiatan itu diharapkan dapat mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan asing
Disamping persoalan kelebihan kamar, industri perhotelan tanah air juga dihadapkan pada kekurangan sumber daya manusia yang terlatih dan tersertifikasi di bidang perhotelan. Tak hanya itu, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi turut memengaruhi bisnis di sektor ini.
“Banyak bermunculan online travel agency yang menyebabkan tergerusnya keuntungan dari pemilik atau operator hotel karena meminta komisi lebih dari travel agency tradisional,”ucapnya.
Era baru disrupsi inovasi ini, kata dia, menuntut para pelaku usaha perhotelan untuk bisa melakukan penyesuaian-penyesuaian mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan pasar. Beberapa diantaranya dalam pola pikir, pola kerja baru dan dalam pengembangan model bisnis. (Humas UGM/Ika)