Pemerintah melalui Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, pekan lalu mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar pada pekan depan. Hari kedua pekan ini tampaknya belum ada tanda-tanda Jokowi akan mengumumkan kenaikkan harga BBM Subsidi.
Menurut Dr. Fahmy Radhi, MBA, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Presiden Jokowi tidak akan pernah mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi pekan ini, bahkan pekan depan sekali pun. Alasannya, kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10.000 dan harga Solar menjadi Rp8.500 sudah pasti akan menyulut inflasi.
Kontribusi inflasi kenaikkan harga Pertalite diperkirakan sebesar 0,93 persen sedangkan kenaikkan harga Solar diperkirakan sebesar 1,04 persen sehingga sumbangan inflasi kenaikan Pertalite dan Solar diperkirakan bisa mencapai 1,97 persen. Padahal, inflasi pada Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen sehingga total inflasi akan mencapai 7,17 persen.
Dibandingkan dengan inflasi pada 2021 hanya pada kisaran 3 persen yoy maka dengan inflasi sebesar 7,17 persen akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah sebesar 5,4 persen.
Selain itu, dengan inflasi sebesar 7,17 persen tentu akan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok yang memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin. Bahkan, rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi BBM lantaran tidak punya kendaraan bermotor juga harus berkorban akibat penaikan harga BBM Subsidi.
“Karenanya dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa opsi kebijakan yang akan dipilih terkait subsidi BBM adalah tidak memberatkan beban rakyat miskin. Berdasarkan pernyataan Jokowi itu sesungguhnya mengisyaratkan bahwa Jokowi tidak menaikkan harga BBM Subsidi dalam waktu dekat ini karena pertaruhannya cukup besar,” ujar Fahmy, di Kampus UGM, Selasa (23/8).
Fahmy mengakui beban APBN untuk subsidi energi memang semakin membengkak hingga mencapai 502,4 triliun rupiah. Meski begitu perlu diingat bahwa beban subsidi 502,4 triliun rupiah adalah total “anggaran subsidi energi”, terdiri subsidi BBM. LPG 3lg, dan listrik yang diperhitungkan berdasarkan beberapa asumsi harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan inflasi.
Sedangkan, realisasi yang benar-benar dikeluarkan (cash out flow) per 31 Juli 2022 total subsidi energi baru sebesar 88,7 trliun rupiah, untuk realisasi anggaran subsidi BBM dan LPG 3 Kg baru sebesar 62,7 triliun rupiah. Dengan beban pengeluaran sebesar itu, kata Fahmy, Menkeu dengan entengnya menambah kuota Pertalite sebesar 5 juta KL. Selain pengeluaran riil subsidi BBM (cash out flow), ada juga tambahan pemasukan riil (cash inflow) di APBN akibat kenaikan harga komoditi ekspor yang meningkat.
“Berdasarkan komposisi tambahan pemasukan dan pengeluaran APBN 2022 sesungguhnya tidak ada urgensi menaikkan harga BBM Subsidi pekan ini, bahkan tidak juga tahun ini,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Suara.com