
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, atau akrab disapa Jokowi memberikan kuliah umum di puncak peringatan Dies Natalis UGM ke-68 di Grha Sabha Pramana, Selasa (19/12). Jokowi membuka pidatonya dengan mengingat kenangan manisnya saat pernah kuliah di Fakultas Kehutanan 37 tahun silam. “Ketika saya masuk tadi, saya ingat kenangan 37 tahun lalu sebagai mahasiswa yang rambutnya masih gondrong dan celananya cutbrai,” kata Jokowi disambut tawa para undangan.
Jokowi lalu melanjutkan cerita bahwa dirinya dulu memiliki cita-cita ingin menjadi pegawai di Perhutani. Namun, menurut Jokowi, nasib berkata lain, ia memilih menjadi pengusaha hingga akhirnya mengantarnya menjadi kepala negara. “Dulu cita cita ingin jadi pegawai di Perhutani, tidak kesampaian, malah jadi presiden RI,” katanya Jokowi.
Menurut Jokowi, setiap orang boleh bercita-cita untuk menjadi apa saja, namun Tuhan yang menentukan nasib seseorang. “Kadang cita-cita ya boleh, tapi Tuhan berkehendak lain,” katanya.
Jokowi menambahkan apa yang dicapainya sekarang ini tidak lepas dari didikan dosennya selama kuliah di UGM. Mereka telah mengajarkan untuk menjadi lulusan yang selalu berkiprah pada masyarakat, bangsa, dan negara. “Itu karena UGM yang membuat alumninya untuk selalu mencintai Indonesia, mencintai Pancasila, selalu berjiwa kerakyatan dan menanamkan sikap profesionalisme,” katanya.
Namun demikian, Jokowi mengharapkan UGM tidak terjebak pada rutinitas, namun mendorong lulusan agar memiliki semangat kewirausahaan dan mencetak sociopreneur untuk mengantisipasi perubahan teknologi yang semakin cepat. “Saya berharap perguruan tinggi bisa meningkatkan perannya mengembangkan kewirausahaan dan sociopreneur, UGM bisa menjadi motor dan penggerak kewirausahaan bukan terjebak pada rutinitas,” ungkapnya.
Dikatakan Jokowi, pertumbuhan jumlah wirausaha di Indonesia dinilainya masih sangat rendah. Ia menyebutkan saat ini peringkat kewirausahaan Indonesia menempati peringkat ke-90 dari 137 negara, bahkan di kawasan Asia Pasifik Indonesia menempati urutan ke-16 dari 24 negara.
Untuk meningkatkan jumlah wirausahawan muda tersebut, menurut Jokowi, bukan hanya menjadi tantangan bagi pemerintah semata tapi juga menjadi tanggung jawab perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan SDM yang unggul, menghasilkan karya riset inovatif, mendorong semangat kewirausahaan di kalangan alumninya. “Perubahan dan tantangan ini tidak ringan, tapi saya yakin UGM pasti bisa,” katanya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., dalam pidato Laporan Rektor 2017 mengatakan UGM terus berusaha meningkatkan kualitas pendidikanya. Dalam satu tahun terakhir, kata Rektor, peringkat UGM naik dari 501 besar dunia pada tahun 2016 menjadi 402 dunia pada 2017. Tidak hanya itu, peringkat reputasi akademik UGM berada pada posisi 203 terbaik dunia. “UGM telah berhasil masuk dalam kategori 1,5% universitas terbaik dari 26 ribu perguruan tinggi di seluruh dunia,” kata Rektor.
Kiprah mahasiswa, kata Rektor, juga tak kalah membangggakan karena mengukir prestasi dalam berbagai kompetisi di tingkat nasional dan internasional. Tercatat, sepanjang tahun 2017, mahasiswa telah memenangkan 121 kompetisi internasional, 631 juara nasional dan 116 juara tingkat regional dan lokal.
Dalam kesempatan itu, Rektor menegakkan komitmen UGM dalam mengembangkan karya inovatif untuk mendorong kemampuan daya saing bangsa. UGM telah mendirikan science techno park industri coklat di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Pendirian pabrik coklat seluas 4.000 meter persegi tersebut berada di area perkebunaan 165 hektar dan akan mulai beroperasi di awal tahun depan. Menurut Rektor, pendirian pabrik coklat ini untuk menghasilkan produk aneka coklat dengan cita rasa khas nusantara yang diyakini akan disukai kosumen dalam dan luar negeri. “Melalui pendirian pabrik coklat ini, kita ingin merebut pasar impor coklat,” katanya.
Dalam bidang kesehatan dan kedokteran, tambahnya, UGM telah berhasil mengembangkan alat-alat dan produk kesehatan, antara lain ceraSpon, NPC Strip, INA Shunt dan substitusi tulang Gama-CHA. Selain itu, ada produk stent jantung yang diharapkan bisa menjadi produk dalam negeri yang murah dan berkualitas.
Namun begitu, kata Rektor, proses hilirisasi produk inovatif tersebut tidak mudah karena masih menghadapi beberapa kendala, diantaranya hambatan di birokrasi, belum adanya keberpihakan pemerintah pada produk inovasi buatan lokal dan belum optimalnya keterlibatan industri dari tingkat hulu hingga hilir. “Dukungan dari pemerintah sangat diperlukan,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Firsto)