Sebanyak 29 ilmuwan internasional dari berbagai bidang studi dan kepakaran akan mementori peneliti Indonesia selama sembilan bulan ke depan. Program mentoring yang dikemas dalam kegiatan Science Leadership Collaborative ini diselenggarakan oleh The Conversation Indonesia. Program ini diberikan dalam rangka mendukung peneliti Indonesia menjadi pemimpin sains kelas dunia di masa yang akan datang, termasuk untuk Indonesia Emas 2045. Dari 29 ilmuwan internasional tersebut terdapat nama Guru Besar UGM, Prof. Agus Pramusinto. Selain Agus Pramusinto, beberapa ilmuwan yang menjadi mentoring berasal dari Amerika Serikat, Inggris, Skotlandia, Australia dan Jerman.
Seperti diketahui, Prof. Agus Pramusinto adalah dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM. Riset-riset yang telah ia lakukan banyak berkontribusi di bidang desentralisasi, pemerintahan lokal, serta reformasi dan inovasi sektor publik di Indonesia. Saat ini, Prof. Agus juga menjabat sebagai ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Ketua Asosiasi Ilmu Administrasi Negara/Publik Indonesia.
Dihubungi wartawan pada hari Senin (15/8), Agus Pramusinto mengaku senang diberikan kesempatan untuk menjadi mentor bersama ilmuwan internasional lainnya dari negara lain. Apalagi hal ini menurutnya kesempatan untuk berbagi pengalaman dan memotivasi peneliti muda Indonesia agar bisa berkiprah di tingkat global. “Bagi saya, hal ini sebagai ajang sharing pengalaman dan juga wahana belajar dari ilmuwan lain. Mudah-mudahan pengalaman saya yang sedikit sebagai peneliti di bidang administrasi publik di Fisipol Universitas Gadjah Mada, sebagai praktisi di bidang sumber daya manusia birokrasi di Komisi Aparatur Sipil Negara dan sebagai ketua Indonesian Association for Public Administration, bisa saya bagikan buat ilmuwan muda yang lain,” katanya.
Pada peneliti muda Indonesia, kata Agus Pramusinto, diharuskan memiliki semangat dan konsistensi dalam bidang ilmu yang mereka geluti. Namun, yang tidak kalah penting menurutnya adalah tidak mudah berputus asa dalam memublikasikan tulisan hasil riset mereka masing-masing di berbagai jurnal internasional. “Kita harus memiliki passion di bidang yang kita geluti. Kita harus mencintai bidang yang menjadi denyut nadi hidup kita sehari-hari. Dalam dunia penulisan, kita harus tahan banting ketika tulisan kita dikembalikan untuk diperbaiki. Masih banyak peneliti kita yang merasa bahwa sekali menulis harus langsung publikasi. Ketika diminta memperbaikinya, banyak yang menyerah dan tidak mau melanjutkan untuk memperbaiki dan mempublikasikan,” ungkapnya.
Meski demikian, peneliti muda Indonesia menurutnya perlu menekankan pentingnya kolaborasi dalam memecahkan persoalan sosial di masyarakat. “Riset multidisiplin sangat diperlukan dan harus didorong terus-menerus. Karya publikasi harus diikuti dengan perubahan sistem penilaian yang tidak hanya menekankan linearitas seperti sekarang ini,” jelasnya.
Sekedar informasi, Science Leadership Collaborative adalah program yang dirancang oleh The Conversation Indonesia untuk mengembangkan peneliti Indonesia menjadi pemimpin sains di masa depan. Program ini didanai oleh The David & Lucile Packard Foundation, dirancang secara kolaboratif bersama CARI!, Common Thread, Fraendi, dan RQ Genesis, dan didukung oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), dan UK-Indonesia Consortium for Interdisciplinary Sciences (UKICIS).
The Conversation Indonesia selaku penyelenggara menyampaikan bahwa mentoring memiliki peran penting dalam mendorong perkembangan personal dan profesional para peserta. “Sesuai dengan temuan studi pendahuluan kami, mentoring merupakan aspek penting bagi perkembangan peneliti agar dapat menjadi pemimpin di masa depan”, ujar Fito Rahdianto, Program Manager Science Leadership Collaborative.
Studi pendahuluan yang dipimpin oleh Dr. Mizan Bisri, Assistant Professor di Kobe University, Jepang, terhadap lebih dari 150 peneliti muda Indonesia ini juga menemukan bahwa peneliti Indonesia masih kesulitan mengakses mentoring. Hal ini berusaha direspons melalui program tersebut. Selain berbagi pengetahuan dan pengalaman, mentoring ini juga diharapkan dapat membantu para peserta memperluas jaringannya agar bisa menginisiasi riset-riset kolaboratif internasional di masa yang akan datang.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Kagama.co