Program dana desa yang digelontorkan pemerintah kepada 74 ribu desa selama tiga tahun terakhir dinilai telah memberikan perubahan dinamis bagi pembangunan desa, terutama untuk fasilitas umum, pelayanan sosial dan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa. Meski begitu, partisipasi dan kontribusi masyarakat masih perlu ditingkatkan dengan mengedepankan transparansi pengelolaan dana desa agar peruntukannya lebih tepat sasaran. Hal itu mengemuka dalam seminar yang bertajuk “Dana Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat: Appraisal Implementasi 3 Tahun Dana Desa” yang berlangsung di ruang auditorium Fisipol UGM, Sabtu (9/12).
Seminar yang diselenggarakan oleh Fisipol UGM dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal ini menghadirkan beberapa pembicara, diantaranya Sekjen Kementerian Desa PDTT, Dr. Anwar Sanusi, Kepala Pusat Kependudukan dan Kebijakan, Dr. Agus Heruanto Hadna, Dosen Antropologi UGM, Dr. Bambang Hudayana, dan Direktur Eksekutif Institute for Research and Empowerment (IRE), Direktur Sunaji Zamroni, M.Si.
Dr. Bambang Hudayana menyampaikan penelitian terhadap 20 desa yang mereka lakukan terjadi perubahan yang positif di tengah masyarakat semenjak adanya program dana desa. Temuan yang mereka dapat di lapangan, sebagian besar dana desa diperuntukan untuk pembangunan fasilitas umum, pelayanan sosial dasar, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi. “Di Sumatera, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi terasa sekali perubahan fasilitas fisik tersebut,” katanya.
Yang lebih menarik, kata Bambang, beberapa desa memunculkan kreativitas dan inovasi dalam program pemanfaatan dana desa seperti memanfaatkan dana desa untuk program bedah rumah. “Di Desa Rappoa, Bantaeng, Sulawesi Selatan, sebanyak 10 unit rumah setiap tahun yang diperbaiki,” katanya.
Selain itu, ada pula beberapa desa yang mengalokasikan dana desa untuk penyediaan tenaga bidan dan penguatan modal bagi lansia, janda dan duda, serta pemberian bantuan beasiswa untuk sarjana.
Menutut Bambang pemanfaatan program dana desa didorong untuk melibatkan partisipasi masyarakat lebih banyak lagi.”Memang ada kritik bahwa dana desa dipakai oleh para elit desa, ini perlu segera diatasi, transparansi perlu didorong,” katanya.
Direktur IRE, Sunaji Zamroni, M.Si., mengatakan peraturan teknis dana desa yang diterbitkan pemerintah belum koheren dan sinkron sehingga mempersulit daerah dalam mengimplementasikan program. “Bahkan sering menjadikan desa terkuras energinya hanya untuk melayani administrasi dana desa,” ungkapnya.
Menurutnya, perangkat desa saat ini lebih sibuk mengurusi administrasi dana desa daripada melakukan penguatan kapasitas masyarakat dalam pelaksanaan program dana desa. Meski begitu, kehadiran dana desa telah memunculkan dinamika baru dan perubahan yang positif di tingkat desa. “Tren yang positif harus dipelihara oleh negara untuk mereproduksi situasi memungkinkan bagi desa memberikan kemanfaatan bagi warganya,” katanya.
Agus Heruanto Hadna menilai pemerintah perlu menghindari kebijakan yang bersifat top down dalam pelaksanaan dana desa serta menghargai kreativitas dan inovasi desa dalam mengelola dana desa untuk kesejahteraan masyarakat. “Jangan sampai ada “seragamisasi” program dari pusat ke daerah,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)