Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, berharap agar masyarakat dan pemerintah tidak putus asa menghadapi permasalahan korupsi di Indonesia. Indonesia harus memiliki pemimpin yang tegas terkait soal korupsi.
“Dibutuhkan pemimpin yang berintegritas. Pemimpin merah putih, merah berarti berani dan putih artinya dia bersih. Karena orang berani yang tidak bersih itu berbahaya, orang bersih tapi tidak berani tidak ada gunanya juga,” kata Mahfud MD, di UC UGM, Jumat (8/12) saat berlangsung Seminar Nasional “Indonesia Darurat Integritas: Respons dan Tantangan”.
Mahfud mengatakan pemimpin-pemimpin di semua level saat ini banyak yang telah tersandera politik transaksional sehingga membuat para pemimpin kehilangan keberanian dan sikap etik yang berwibawa.
“Ada yang bilang korupsi karena gajinya rendah, dan sebagainya. Tidak ada itu, yang korupsi sudah kaya-kaya, semua itu karena politik transaksional,” ujarnya.
Menurutnya, pemimpin merah-putih harus ada di semua level konstelasi pemerintahan. Ia harus bisa meyakinkan diri bahwa dirinya tidak tersandera transaksi-transaksi politik dan berani bersikap tegas.
Dalam perjalanan bangsa, kata Mahfud, Indonesia sesungguhnya telah memiliki pengalaman penegakkan hukum yang tegas dan pengadilan yang berwibawa. Di saat demokrasi hidup dengan subur di tahun 1950-an.
“Meski pemerintah jatuh-bangun, namun pengadilan berwibawa, penegakan hukum tegas. Menteri korupsi diadili, masuk penjara, politisi enggak ribut. Sekarang ribut, dianggap rekayasa dan sebagainya,” katanya.
Zainal Arifin Mochtar, Ketua PuKAT FH UGM, tidak sepakat jika korupsi di Indonesia saat ini dikatakan telah membudaya. Sebab, jika telah membudaya maka para koruptor bisa-bisa disebut “budayawan-budayawan”.
Menurut Zaenal, pasal-pasal jelas dalam UUDS 1950 menjadi contoh baik perlakuan untuk pejabat publik yang berbeda dengan masyarakat umum. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, menurutnya, dengan jelas memutus perkara terkait pejabat publik tanpa harus melakukan Peninjauan Kembali (PK) atau banding dan lain-lain.
“Saat ini ada banyak konsep, pengacara yang justru membela para koruptor. Karena itu, diperlukan konsep dan sistem dan dua-duanya harus berjalan,” katanya.
Zaenal menambahkan dalam melawan korupsi tidak mudah membelokkan arah karena untuk mewujudkan itu diperlukan tenaga yang banyak.
Seminar nasional ‘Indonesia Darurat Integritas: Respons dan Tantangan’ di Ruang Bulaksumur diselenggarakan PuKAT FH UGM bersama Panitia Dies Natalis ke-68 UGM. Hadir dalam acara ini Laode M. Syarif dari KPK dan Najwa Shihab selaku moderator.
Tri Mastoyo, Wakil Ketua Panitia Dies Natalis ke-68 UGM, mengungkapkan seminar menjadi sangat penting karena isu korupsi masih menjadi isu utama di Indonesia saat ini. Dalam seminar yang ditutup dengan melaunching Jurnal Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi banyak pihak dalam menghadapi permasalahan korupsi di Indonesia. (Humas UGM/ Agung;foto: Bani)