Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan biodiversitas besar dengan tersedianya sumberdaya hayati hayati mikroba. Keanekaragaman hayati mikrobia yang ada sekarang ini merupakan salah satu yang terbesar di muka bumi. Para ahli mikrobiologi dan lingkungan dugaan bumi dihuni oleh berjuta-juta jenis bakteri, namun hanya sekitar 5-10 persen jenis yang telah teridentifikasi.
Pakar mikrobiologi UGM, Prof. Agnes Sutariningsih Soetarto, M.Sc., Ph.D., mengatakan keanekaragaman mikroba selama ini belum mendapat perhatian utama dari industri dan pemerintah. Ilmu, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi, Biologi. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, pemanfaatan keanekaragaman mikroba bagi pendorong ekonomi dan perbaikan kualitas lingkungan hidup sangat potensial dimanfaatkan. “Peran Riset dan Pengembangan keanekaragaman Mikroba perlu digalakkan,” kata Agnes Sutariningsih dalam orasi ilmiah yang bertajuk Mikrobiologi-nanoteknologi dalam keanekaragaman mikroba berkelanjutan yang disampikan pada puncak Dies Natalis Fakultas Biologi UGM ke-62, Selasa (19/9).
Agnes menyebutkan beberapa contoh bakteri di tanah air yang sudah ditemui dan dianggap sebagai penghasil dehalogenase dari berbagai tanah vulkanik Gunung Merapi Yogyakarta dan kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng Jawa Tengah. Agnes saat ini sedang tumbuh bakteri yang mampu digunakan untuk membersihkan lingkungan dari polutan logam.
Agnes jadinya bersama tim MIPA dan Biologi UGM tetarik dengan penelitian terkait hipotesis yang bakteri yang ada di bawah tanah disinyalir telah merusak magnet bumi. Lalu, bakteri yang dibutuhkan untuk diperiksa dalam ruang laboratorium. Selanjutnya, bakteri diuji untuk diketahui morfologi dan aktifitasnya. Dari sana ada media yang ada koloni bakteri yang berkumpul di salah satu kutub. “Ternyata, aktivitas mikroorganisme menuju sebuah kutub tertentu. Kita manfaatkan bakteri ini untuk digunkan bersih cemaran logam, “kata Dosen Fakultas Biologi UGM ini.
Meski baru dalam skala laboratorium, namun temuan salah satu bakteri tersebut, menurut Agnes, memang bisa dimanfaatkan untuk membersihkan polutan. “Bakteri yang mengandung magnetosom ini bisa bersih lingkungan dari logam dan bisa dikembangkan lebih lanjut,” paparnya.
Penelitian skala riset laboratorium yang dikembangkan semacam ini memang tidak secara langsung bisa diaplikasikan untuk komersialisasi skala industri. Menurutnya, riset dan pengembangan yang dimiliki setiap kampus bisa menjadi pintu masuk bagi industri yang tertarik pada setiap riset yang masih skala laboratorium.
Pada puncak puncak Dies kali ini, Fakultas Biologi UGM menjalin kerja sama dengan PT Mekar Unggul Sari di bidang pengadaan benih dan buah melon, penerapan teknologi holtikultura dan momentum teknologi terapan serta praktik kerja lapangan. Kerja sama ini ditandatangani oleh Dekan Fakultas Biologi, Dr. Budi Setiadi Daryono dengan Dirut Mekarsari, Danty I Purnamasari. Notakesepahaman kerja sama juga dilakukan antara Fakultas Biologi dengan Taman Pintar Yogyakarta yang diwakili oleh Kepala Bidang Pengelolaan Taman Pintar Afia Rosdiana. (Humas UGM / Gusti Grehenson)