Strategi pembangunan di wilayah Papua dan Papua Barat tidak cukup mengandalkan kucuran dana otonomi khusus, namun pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia lewat pendidikan juga perlu didorong. Pasalnya, kemampuan baca tulis dan berhitung siswa masih sangat rendah, keterbatasan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik dan kependidikan. Belum lagi, persoalan penduduk yang masih tersebar dalam kelompok kecil dan sulitnya akses transportasi.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi bertajuk Melacak Akar Ketertinggalan Pendidikan di Provinai Papua dan Papua Barat, Senin ( 18/9) di ruang seminar timur Fisipol UGM. Diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerja Sama (PPKK) Fisipol UGM ini menghadirkan beberapa pembicara, diantaranya Dirjen Otonomi Daerah, Dr. Sumarsono, Ketua Gugus Papua UGM, Bambang Purwoko, dan Mantan Bupati Sorong Selatan, Otto Ihalauw.
Sumarsono mengatakan pembangunan bidang pendidikan di Papua tidak bisa dilaksanakan dengan cara biasa seperti yang dilakukan di daerah lain di Indonesia. Arah kebijakan yang dilaksanakan pemerintah saat ini dengan mendorong percepatan penuntasan wajib belajar 9 tahun, pemenuhan tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengembangan model sekolah yang adaptif. “Saya kira ini semua perlu komitmen kuat semua pihak, pemerintah, penyelenggara pendidikan, orang tua dan masyarakat,” ujarnya.
Arah kebijakan pemerintah tersebut, menurutnya, melibatkan multi sektor, seperti Kemendagri, Kemendikbud, dan Kemenristekdikti. Sehubungan dengan pemanfaatan dana otonomi khusus, sektor pendidikan mendapat alokasi 30 % dari dana otsus. “Sekurang-kurangnya 30% untuk pembiayaan pendidikan dan sekurang-kurangnya 15% untuk kesehatan dan perbaikan gizi,’ ungkapnya.
Ia menyebutkan total dana otonomi khusus yang dialokasikan ke Papua tahun 2017 ini sebesar Rp67 triliun, terdiri Rp53 Triliun untuk Provinsi Papua dan Rp13,6 Triliun untuk Papua Barat. Sedangkan total dana tambahan infrastrutur untuk Papua sebesar RP19,2 Triliun untuk kedua provinsi tersebut.
Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko, mengatakan sejak 2013 UGM telah melakukan kegiatan riset dan pendampingan tata kelola pemerintahan di Papua serta pengembangan sektor pendidikan dengan mengirim 140 orang guru yang direkrut untuk ditempatkan di Kabupaten Puncak dan Intan Jaya. “Dalam waktu dekat kita akan mengirim 50 orang guru lagi yang diperbantukan di Kabupaten Mappi. Kami ingin berkontribusi dalam penguatan pendidikan, namun kita juga berharap kepala daerah mempehatikan secara lebih persoalan pendidikan di Papua,” ujarnya.
Mantan Bupati Sorong Selatan, Otto Ihalauw, mengatakan masyarakat Papua masih menempatkan negara sebagai satu-satunya aktor yang diharapkan dapat menyelamatkan mereka dari problem keterisolasian dan ketertinggalan. Menurutnya, tantangan geografis menjadi masalah serius dalam pembangunan fisik dan pelayanan umum di Papua.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., mengatakan pembangunan pendidikan di Papua merupakan faktor kunci dalam pengembangan SDM Papua. Meski Papua memiliki kekayaaan alam yang melimpah, namun apabila tidak ditopang SDM yang berkualitas maka akan sulit bagi Papua di masa mendatang untuk maju dan berkembang. “UGM mendorong pembangunan tidak hanya berpusat di Jawa namun juga di daerah Timur yang kurang mendapat perhatian di masa lalu, kita ingin pembangunan di sana lebih ditingkatkan,” paparnya.(Humas UGM/Gusti Grehenson)