
Belanja pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang diumumkan Presiden Joko Widodo tanggal 16 Agustus silam disebutkan sebesar Rp 2.204,3 triliun, sementara pendapatan negara ditargetkan Rp 1.878,4 triliun, atau mengalami defisit sebesar Rp 325,9 triliun. Meski Demikian, menurut Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, defisit ini tidak membahayakan dan justru dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi saat ini.
“Kami mendesain APBN dengan pemikiran agar tidak terjadi shock. Defisit semakin kecil tapi tidak dihilangkan. Momentum harus tetap dijaga agar pertumbuhan ekonomi juga tetap terjaga,” ujarnya saat memberikan kuliah umum di Magister Manajemen UGM, Rabu (23/8).
Sri Mulyani menuturkan, saat ini Indonesia tengah berada dalam kondisi perekonomian yang baik dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif. Di antara negara-negara G-20, ujarnya, Indonesia berada pada peringkat ketiga angka pertumbuhan ekonomi, menyusul di belakang Cina dan India.
Meski demikian, perekonomian nasional tahun 2018 akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global yang masih dihadapkan pada ketidakpastian dan pertumbuhan yang terbatas. Karena itu, guna mengakselerasi perekonomian tahun 2018, pemerintah akan merealisasikan belanja negara yang efektif, efisien, akuntabel, dan sesuai prioritas, dengan didukung oleh penerimaan negara yang optimal serta sumber pembiayaan yang terukur dan terkendali.
Salah satu cara mengoptimalkan penerimaan negara, ujar Sri Mulyani, adalah dengan meningkatkan penerimaan pajak. Rasio pajak Indonesia, menurutnya, terbilang masih cukup rendah bahkan apabila dibandingkan dengan negara-negara dengan karakteristik yang hampir sama di kawasan ASEAN seperti Malaysia dan Thailand.
“Kita ingin meningkatkan penerimaan pajak tanpa masyarakat merasa terintimidasi. Kalau melihat perpajakan di Indonesia, kepatuhan masih menjadi tantangan,” jelasnya.
Meski APBN merupakan instrumen kebijakan penting untuk mencapai tujuan nasional dan pelaksanaan program Nawacita, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menyatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan perekonomian nasional tetap diperlukan sinergi dengan istrumen lain seperti kebijakan moneter, sistem produksi, swasta dan BUMN, serta peran pihak luar negeri.
“Tidak semua masalah negara ini bisa diselesaikan dengan APBN. Banyak hal yang bisa diselesaikan, dan itu adalah hal-hal yang sangat penting, tapi APBN harus berdiri dengan instrumen lain untuk semakin mendekatkan Indonesia pada tujuan tersebut,” katanya.
Demi mewujudkan tujuan tersebut, Sri Mulyani mengajak segenap peserta yang hadir beserta masyarakat luas untuk dapat turut serta dalam mengawasi penggunaan anggaran tersebut dari berbagai kemungkinan penyimpangan. Partisipasi aktif masyarakat, ujarnya, berperan penting dalam pengawasan program dan kinerja pemerintah untuk penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan publik yang lebih baik.
“Kita saat ini memegang estafet tanggung jawab dari pintu gerbang kemerdekaan menuju cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Saya ingin para mahasiswa di sini juga bisa ikut mengawasi,” ucapnya
Senada dengan hal tersebut, Wakil Rektor UGM Bidang Kerja Sama dan Alumni, Dr. Paripurna, S.H., LL.M. mengungkapkan apresiasinya terhadap apa yang telah dikerjakan oleh Sri Mulyani bersama Kementerian Keuangan, dan mengajak civitas akademika UGM untuk turut berpartisipasi mendukung langkah pemerintah.
“Dengan menanamkan sense of belonging, bahwa anggaran adalah milik kita bersama yang wajib kita jaga, maka bersama-sama kita bisa berpartisipasi mengawasi agar APBN menjadi sehat dan perekonomian kita menjadi lebih kuat,” ujar Paripurna. (Humas UGM/Gloria)