
YOGYAKARTA – Mengantisipasi ancaman kelangkaan pangan dunia di masa mendatang seiring bertambahnya jumlah penduduk, dampak perubahan iklim global serta semakin menurunnya daerah pertanian yang subur, pengembangan pertanian organik menjadi salah satu solusi untuk bisa mempertahankan kesuburan tanah dan peningkatan produksi pangan serta mempertahankan ekosistem keanekaragaman hayati. Oleh karena itu penggunaan pupuk kimia dan pestisida diharapkan makin terus berkurang dan ditinggalkan. Hal itu mengemuka dalam pembukaan Konferensi Internasional yang bertajuk Pengembangan Pertanian Organik di Negara Tropis yang berlangsung di Gedung University Club UGM, Senin (21/8).
President The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) Organic International, Andre Leu, mengatakan pengembangan konsep pertanian organik mengkombinasikan tiga hal yakni tradisi lokal, inovasi dan ilmu pengetahuan. Pertanian organik modern menurutnya berbeda dengan pertanian yang ada sebelumnya. Dalam konsep pertanian organik pemakaian pupuk kimia dan pestisida tidak digunakan sama sekali.
Di beberapa negara umumnya konsep praktik pertanian organik mengadopsi dari tradisi yang ada di masyarakat. Seperti memanfaatkan serangga dan bunga sebagai penyeimbang rantai makanan. “Ekologi yang terbentuk mampu mempertahankan biodiversitas karena menpertahankan hidup serangga, menjaga kelangsungan rantai makanan sekaligus menjadi predator hama. Adapun Bunga mampu menarik serangga yang bermanfaat bagi tanaman,” ujarnya.
Praktik lain yang sudah dikembangakan adalah budidaya padi System of Rice Intensification (SRI) yang sudah dipraktikkan di 40 negara termasuk di negara Afrika dan Asia. Budidaya tanam padi SRI ini menurutnya mampu menghasilkan panen 7 ton per hektar dengan tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida. “Banyak petani merasakan manfaatnya dengan adanya perbaikan keseburan tanah mereka, masyarakat Etiopia bahkan sudah memanfaatkan konsep SRI ini untuk menanam jagung dan gandum,” katanya.
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Balitbangtan, Prof Dedi Nursyamsi mengatakan budidaya padi SRI merupakan salah satu model pengembangan pertanian organik di Indonesia. Area budidaya padi SRI saat ini mencapai 429.016 hektar atau 5,9% dari total luas area persawah yang ada. Meski begitu dari tahun ke tahun jumlah area pengembngan padi SRI terus bertambah. “Daerah yang mengandung tanah vulkanik selama ini sangat cocok untuk praktik padi SRI karena tanahnya kaya akan kandungan mineral,” ungkapnya.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan (PPK) UGM Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., menyambuk baik terlaksananya konferensi internasional pertanian organik yang berlangsung hingga 24 Agustus mendatang ini. Ia mengharapkan konferensi ini mampu menghasilkan berbagai ide dan konsep baru dalam model pengembangan pertanian organik di negara tropis. “Hasil konferensi ini nantinya akan kita bawa ke pemerintah dalam mendukung kebijakan pengembangan pertanian organik,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)