
Berbagai wujud pembangunan infrastruktur saat ini bisa dibilang sebagai keberhasilan pembangunan infrastruktur, namun bisa pula sebagai modal untuk pembangunan infrastruktur selanjutnya. Dengan keberhasilan pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadikan ranking pembangunan infrastruktur Indonesia naik, dari posisi 72 menjadi posisi 60 di tahun 2016-2017 di Asia.
“Kalau dibilang ini hasil pembangunan infrastruktur, tapi menurut saya ini menjadi modal untuk bisa membangun infrastruktur ke depan. Kondisi kemajuan infrastruktur saat ini bisa dilihat sebagai hasil pembangunan infrastruktur selama tiga tahun ini,” kata Menteri PUPR, Dr. Ir. M. Basuki Hadimuljono, M.Sc., pada Seminar “Pembangunan Infrastruktur Indonesia Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Ekonomi”, di Balai Senat, Senin (17/7).
Meski mengalami kemajuan, menurut Basuki, pembangunan infrastruktur di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Tantangan tersebut terutama terkait disparitas pembangunan antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa, antara barat dan timur, antara kota dan desa, antara jelata dan jelita.
“Itu beberapa kesenjangan yang harus kita tangani melalui pembangunan infrastruktur. Apakah melalui pembangunan infrastruktur untuk kegiatan ekonomi atau pembangunan infrastruktur untuk kemanfaatan masyarakat kecil,” katanya.
Menurut Basuki, untuk pembangunan infrastruktur sekurang-kurangnya dibutuhkan dana 4.700 triliun. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam lima tahun kedepan membutuhkan anggaran sebanyak 1.900 triliun.
“Tentu saja, itu semua tidak mungkin ditangani dengan APBN yang berasal dari pajak dan hutang. Makanya, kita harus mengajak keikutsertaan dari BUMN dan juga kerja sama dengan swasta,” imbuhnya.
Di tahun 2016 dan 2017, banyak pembangunan infrastruktur telah dihasilkan, diantaranya jalan, irigasi, bandara, kereta api, sanitasi dan air bersih, jembatan, bendungan, perumahan dan pelabuhan. Saat ini, Kementerian PUPR membuat prioritas pembangunan infrastruktur yang terdiri 5 bidang, yaitu transportasi, water resources (bendungan, air minum, irigasi), komunikasi, energi dan perumahan.
“Itu yang dimaksud dengan infrastruktur. Kementerian Pekerjaan Umum hanya fokus pada transportasi darat (jalan dan jembatan), air (bendungan, air bersih, banjir, irigasi) dan perumahan. Yang lainnya biarkan dikerjakan Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan, dan untuk memudahkan Indonesia dibagi ke dalam 35 kawasan. Ini dimaksudkan untuk menghilangkan disparitas antar wilayah sehingga pembangunan tidak hanya berpusat di Jawa dan Sumatra, tetapi harus lebih keluar,” imbuhnya.
Penyelenggaraan Seminar “Pembangunan Infrastruktur Indonesia Dalam Rangka Menunjang Pembangunan Ekonomi” merupakan hasil kerja sama antara BPK, Kementerian PUPR dan UGM. Sejumlah pembicara hadir, yaitu Prof. Dr. H. Rizal Djalil (BPK), Prof. Mardyasmo, Ph.D (Wamenkeu) dan A. Tony Prasetiantono, Ph.D (Pakar Ekonomi).
Bagi Prof. Dr. H. Rizal Djalil, dari pembangunan infrastruktur yang terpenting bisa dinikmati oleh wong cilik. Hal ini penting karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih berpenghasilan rendah.
“Salah satu contoh dengan biaya 1,26 milyar, berhasil dibangun sumber air di Kendal sehingga masyarakat yang semula bertahun-tahun menikmati air dengan pikulan, harus ke kali dan mengangkat, sekarang air sudah tersedia di depan rumah. Ini yang ingin saya katakan pembangunan infrastruktur menyentuh kebutuhan masayarakat kecil,” katanya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., mengatakan banyak pihak perlu mendukung pemerintah yang kini tengah menekankan pembangunan infrastruktur yang masif, mulai pembangunan jalan, pelabuhan, bandara, rel kereta dan lain-lain. Sebab, bagaimanapun pembangunan tersebut berdampak bagi ekonomi kerakyatan dan siapa saja.
“Meski begitu kita harus mempertahankan pembangunan sektor-sektor lain dan yang tidak kalah penting pembangunan manusia dan pembangunan research and development,” katanya. (Humas UGM/ Agung; foto : Firsto)