Universitas Gadjah Mada menerima kunjungan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Senin (27/6). Dalam pertemuan ini, tiga orang peneliti UGM memaparkan hasil penelitian mereka dan menyampaikan berbagai masukan terkait pengelolaan cukai hasil tembakau.
“Kami memiliki banyak peneliti yang mumpuni, semoga apa yang disampaikan bermanfaat,” ucap Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes., Ph.D.
Wakil Ketua BAKN DPR RI, Prof. Dr. Hendrawan Supratikno, mengungkapkan bahwa kunjungan kerja ini dilakukan untuk mendapatkan masukan terkait penelaahan BAKN DPR RI terhadap LHP BPK RI atas pengelolaan cukai hasil tembakau.
Pada kesempatan ini, peneliti Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Prof. Bambang Riyanto, Ph.D., dan Arti Adji, Ph.D., memaparkan temuan studi yang mereka lakukan terkait cukai hasil tembakau, khususnya terkait cukai rokok ilegal.
Keduanya menerangkan bahwa cukai berperan sebagai salah satu pengendali konsumsi rokok, yang juga menentukan produksi rokok. Sejak tahun 2015, produksi rokok menunjukkan tren penurunan, kecuali di tahun 2019 ketika tidak ada peningkatan tarif cukai.
“Tren penurunan produksi rokok ini mengindikasikan berhasilnya peran cukai sebagai pengendali konsumsi,” terang Arti.
Ia juga memaparkan berbagai tantangan kebijakan cukai hasil tembakau, salah satunya tantangan untuk menyusun kebijakan cukai hasil tembakau yang optimal dalam mencapai tujuan penerapan cukai sebagai pengendali konsumsi serta sebagai piranti pengoleksi penerimaan negara.
Sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan cukai, di antaranya penerimaan cukai, pengendalian konsumsi, kesempatan kerja, persaingan yang adil, serta manfaat bagi downstream dan upstream linkages.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM, Dr. Riza Noer Arfani, memberikan paparan berjudul “Transformasi Industri dan Redistribusi Kesejahteraan dalam Tata Kelola Komoditas dengan Eksternalitas Kesehatan dan Lingkungan”.
Ia menyampaikan perlunya agenda dan peta jalan riset serta advokasi dan inovasi kebijakan untuk komoditas-komoditas dan industri sektoral untuk mendukung transformasi industri, serta dialog multi-pihak yang melibatkan pemangku dalam rantai pasok komoditas-komoditas dan jaringan produksi serta distribusi pada sektor industri kunci.
“Dialog multi-stakeholders perlu dilakukan untuk membuat proses perumusan kebijakan yang partisipatif, transparan, dan terbuka sehingga hasil kebijakan memiliki dasar legitimasi yang kuat dan representasi yang inklusif,” kata Riza.
Dialog ini, terangnya, merupakan proses interaktif yang melibatkan partisipasi dan representasi pemangku kepentingan domestik dalam proses pengambilan kebijakan dan implementasinya, dan berfokus pada peningkatan pemahaman dan hubungan kondusif di antara pemangku kepentingan yang mengarah ke visi dan solusi masa depan bersama.
Selain itu, hal ini juga menjadi cara untuk menghindari potensi eksploitasi prosedur, substansi dan proses perumusan serta implementasi kebijakan berbasis favoritisme oleh kelompok yang cenderung berpihak pada kepentingan sempit.